Civil Engineering | Design | Structure | Building | House | Bridge |

Jumat, 08 November 2019

KLAIM KONSTRUKSI


BAB I
RESUME


1.1         ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Bidang Jasa Kosntruksi merupakan bidang yang utama dalam melaksanakan agenda pebangunan nasional. Jasa Konstruksi sebagai salah satu bidang dalam sarana pembangunan, sudah sepatutnya diatur dan dilindungi secara hukum agar terjadi situasi yang objektif dan kondusif dalam pelaksanaannya. Hal ini telah sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Sebagaimana diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas : kejujuran dan keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asas keterbukaan, asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999)Interaksi antara portal dan dinding geser pada sistem ganda memiliki perilaku yang cukup unik, dimana gaya geser pada bagian bawah akan dominan dipikul oleh dinding geser sedangkan frame memikul gaya geser pada bagian atas. Hal ini dikarenakan kedua sistem tersebut memiliki perilaku defleksi yang berbeda. Akibat dari beban lateral, dinding geser akan berperilaku bending mode sedangkan frame akan berdeformasi secara shear mode.
Selanjutnya pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
1.    Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
2.    Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.   Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum.

1.4.1      Aspek Hukum Perdata
Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
·         Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena kelalain
·         Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan para pihak, jadi tidak bersalah.


Perbuatan Melawan Hukum adalah ; perbuatan yang sifatnya langsung melawan hokum, serta perbuatan yang juga secara langsung melanggar peraturan lain daripada hokum. Pengertian perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).


Yang pasti, KUHPerdata memang tidak mendefinisikan dan merumuskan perbuatan melawan hukum. Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian.

1.4.2      Aspek Hukum Pidana

Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).


Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.

Dalam hal lain memungkin terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai dengan isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya unsur Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam Pasal 378 KUHP (penipuan) ;“ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.


Pasal 372 KUHP (penggelapan) ;“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yag seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,-“Pidana Korupsi ; persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah :

1.   Perbuatan melawan hukum.
2.   Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
3.   Merugikan keuangan Negara atau perekonomian.
4.   Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.



Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.



Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat dilihat di UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan : BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.



Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32  ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu : Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.



Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan hukum yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi, namun perbuatan tersebut dapat dan / atau berpotensi menimbulkan kerugian negara.


Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan tindak pidana korupsi bukan merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara penyelesaian yang lain yaitu cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.

1.4.3      Sanksi Administratif
Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu :
1.   Peringatan tertulis
2.   Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3.    Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi
4.   Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
5.   Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi
6.   Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.

1.2         KONTRAK VIDIC
FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils (International Federation of Consulting Engineers) yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, dan didirikan dalam tahun 1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dalam terapannya FIDIC tidak hanya mendasari kontraknya dengan Hukum adat/Kebiasaan tetapi juga dengan tambahan Hukum Perdata Internasional, sehingga dapat di terapkan oleh banyak Negara dan lebih di terima oleh lembaga Pembiayaan Proyek dengan taraf bank-bank internasional.

1.2.1      Kontrak Proyek
Kontrak Adalah Perjanjian Kerja antara Pemakai jasa dengan kontraktor sebagai pemberi jasa, dengan perjanjian kerja tertentu dan waktu tertentu dan dengan hasil suatu bentuk konstruksi yang sesuai dalam kontrak. Berawal dari sebuah Impian/keinginan untuk membangun sebuah bentuk konstruksi yang berkembang menjadi sebuah Rencana/perencanaan Konstruksi dan makin berkembang menjadi sebuah dokumen Lelang yang siap di adakan sebuah pelelangan yang mana para pesertanya adalah pemberi jasa Konstruksi atau lebih familiar disebut Kontraktor dengan hasilnya adalah suatu kontrak kerja proyek.

·        WITH ? : Siapa dan dengan siapa yang mentandatangani kontrak?
o   Pemakai jasa/Pemilik/Employer.
o   Pemberi Jasa/Kontraktor.
·        WHO ? : Siapa saja yang terikat dalam Kontrak?
o   Pemakai Jasa/Pemilik/Employer.
o   Pemberi Jasa/Kontraktor.
o   Pemberi Jasa/Engineer.
o   Pemberi Jasa Terhadap Kontraktor/Sub Kontraktor.
·        WHAT ? : Pekerjaan Apa yang ada di dalam kontrak?
o   Apa saja yang di atur dalam kontrak dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
·        WHEN ? : Kapan Kontrak ini di mulai untuk memulai pelaksanaan Konstruksi dan kapan Kontrak ini berakhir untuk menyelesaikan Pekerjaan Konstruksi.

Dalam perkembangannya, FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasi-asosiasi nasional para konsultan (Consulting engineers) seluruh dunia. Dari asalnya sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958, dan baru pada tahun 70-an bergabunglah negara-negara NIC, Newly Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar internasional.
Didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman professional yang sedemikian luas dari anggota-anggotanya, FIDIC telah menerbitkan berbagai bentuk standar dari dokumen dan persyaratan kontrak, conditions of contract, untuk proyek-proyek pekerjaan sipil (civil engineering construction) sejak 1957 yang secara terus menerus direvisi dan diperbaiki sesuai perkembangan industri konstruksi. Sejak diterbitkannya edisi ke-1 pada tahun 1957, maka edisi ke-2 diterbitkan pada tahun 1969, edisi ke-3 pada tahun 1977 dan edisi ke-4 pada tahun 1987 yang dicetak ulang dengan beberapa amandemen pada tahun 1992.
Pada tahun 1999 telah dikeluarkan edisi ke-1 dari satu dokumen standar yang sama sekali baru tentang persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi, yaitu “Conditions of Contract for Building and Engineering Works Designed by the Employer”. Pada FIDIC tersebut, hal yang penting adalah diterapkannya suatu pembagian risiko yang berimbang antara pihak-pihak yang terkait dalam suatu pembangunan proyek, yaitu bahwa risiko dibebankan kepada pihak yang paling mampu untuk mengendalikan risiko tersebut.

1.2.2      Bahasa Hukum Kontrak
Keabsahan kontrak perlu adanya beberapa struktur atau unsur yang wajib di adakan dalam kontrak seperti hal nya;
1.         Adanya pelaku kontrak: Perorangan/Badan yang sah dengan hukum dan mempunyai kriteria untuk mengadakan atau mengikuti kegiatan dalam pekerjaan ini.
2.         Adanya aturan-aturan penyusunan kontrak yang berkesinambungan atau tidak berat dan cacat sebelah.
3.         Dasar-dasar pembuatan Kontrak yang mencerminkan tidak adanya perbedaan.
4.         Prosedur–prosedur untuk pembuatan kontrak demi menghindari kecurangan-kecurangan ataupun kesalahan.

1.2.3      Pelaku
Pemilik/Employer: Perorangan/badan yang di sahkan oleh hukum dan berhak membuat suatu Kegiatan atau bentuk proyek konstruksi yang mana faktor pembiayaannya di atur olehnya.
Kontraktor: Pelaksana/Pemberi jasa terhadap Pemilik Proyek yang telah di berikan kewenangan yang sah oleh pemilik proyek untuk melaksanakan kegiatan atau pekerjaan proyek konstruksi yang telah di atur dalam kontrak.
Sub Kontraktor: Pelaksana/Pemberi Jasa terhadap Pemilik Proyek yang di berikan kewenangan yang sah oleh kontraktor untuk melaksanakan sebagian pekerjaan dalam kontrak dan menjadi tanggung jawab kontraktor (dengan menggunakan Kontrak perjanjian kerja berbeda).
1.         Permanent: Sub kontraktor dengan adanya kontrak perjanjian berbeda yang namanya di sebutkan di dalam kontrak yang di setujui oleh pemilik untuk melakukan sebagian perkerjaan dan di atur dalam kontrak serta pembiayaannya menjadi tanggung jawab kontraktor.
o   Contoh: Sub kontraktor untuk supply Material skala besar/prioritas utama/ Fabrication, Manufacturing.
2.         Temporary: Sub kontraktor yang bersifat sementara dengan adanya kontrak perjanjian dengan kontraktor dan melakukan sebagian pekerjaaan di dalam kontrak yang namanya tidak di sebutkan di dalam kontrak dengan pemilik dan menjadi tanggung jawab kontraktor.
o   Contoh: Sub contractor untuk Tenaga Kerja.

Engineer/Tenaga Ahli: Pelaksana/pemberi jasa terhadap pemilik Proyek yang di berikan kewenangan dari pemilik proyek yang sah untuk melakukan Pengawasan pekerjaan dalam proyek dengan adanya penunjukan dari pemilik proyek yang ditentukan di dalam kontrak.
·         Pengertian lain: Kewenangan untuk mewakili pemilik proyek dalam memberikan persetujuan, pendapat terhadap tindak lanjut aktifitas proyek kepada Kontraktor. Dalam hal ini Engineer tidak terlibat dalam Proses Konstruksi.
Engineer Representatif: Pelaksana/pemberi jasa terhadap pemilik Proyek yang di beri kan kewenangan dari pemilik proyek yang sah untuk melakukan Pengawasan pekerjaan dalam proyek (Assistant Engineer) dengan adanya penunjukan dari Engineer yang ditentukan di dalam kontrak terpisah.

1.2.4      Aturan dan Sifat
Dalam pembuatan kontrak aturan - aturan yang di adopsi seperti halnya dibawah ini:
·         Aturan yang mengikat: Jelas di dalam kontrak telah dan wajib diatur/aturan yang harus dipatuhi baik masalah jenis pekerjaan, waktu pekerjaan, apa saja di dalam kontrak yang di buat pemilik dan di setujui Kontraktor
·         Aturan Fleksibel: Penjelasan aturan yang mengikat dapat menjadi fleksible dengan poin-poin tertentu, apabila aturan/isi di dalam kontrak tidak sesuai atau perlu adanya perubahan yang di buat setelah adanya diskusi atau penelitian ulang oleh kontraktor dan engineer serta kemudian di ajukan usulan kepada pemilik. Contoh: Perpanjangan Waktu karena faktor sebab, penambahan atau pengurangan atau perubahan jenis material, dan lain sebagainya.

1.3         KLAIM KONTRAK
Ketidak seimbangan antara terbatasnya pekerjaan Konstruksi/Proyek dan banyaknya Penyedia Jasa mengakibatkan posisi tawar Penyedia Jasa sangat lemah. Dengan banyaknya jumlah Penyedia Jasa maka Pengguna Jasa leluasa melakukan pilihan. Adanya kekhawatiran tidak mendapatkan pekerjaan yang ditenderkan Pengguna jasa/Pemilik Proyek menyebabkan Penyedia Jasa “rela” menerima Kontrak Konstruksi yang dibuat Pengguna Jasa. Bahkan sewaktu proses tender biasanya Penyedia Jasa enggan bertanya hal-hal yang sensitive namun penting seperti ketersediaan dana, isi kontrak, kelancaran pembayaran, Penyedia Jasa takut pihaknya dimasukkan dalam daftar hitam.

1.3.1     Sebab Terjadinya Klaim
Sesungguhnya dengan mengetahui sebab-sebab dari suatu klaim, para pihak selaku pelaksana industri jasa konstruksi dengan pikiran jernih dapat menempatkan masalah klaim secara wajar dan proporsional dan tak perlu merasa canggung atau alergi. Pendapat beberapa penulis.
Prof. H. Priyatna Abdurrasyid, beberapa sebab utama terjadinya klaim: Informasi design yang tidak tepat, Informasi design yang tidak sempurna, Investigasi lokasi yang tidak sempurna, Reaksi klien yang lambat, Komunikasi yang buruk, Sasaran waktu yang tidak realistis, Administrasi kontrak yang tidak sempurna, Kejadian eksternal yang tidak terkendali, Informasi tender yang tidak lengkap, Alokasi risiko yang tidak jelas, Keterlambatan – ingkar membayar. Kebanyakan sengketa/ketidaksepakatan dibidang jasa konstruksi pada umumnya dapat diselesaikan melalui negosiasi/mediasi diluar pengadilan karena kontruksi merupakan kegiatan yang berkelanjutan dari awal sampai akhir. Melempar masalah kepengadilan berarti menghentikan pembangunan untuk jangka waktu yang tidak bisa diperhitungkan. Tapi negosiasi atau mediasi pun dapat tidak berfungsi/gagal. Menurut Robert D. Gilbreath, sebab-sebab terjadinya klaim:

1.         Pekerjaan yang cacat.
Para pengguna jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak -2- kejadian, pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau pemasok bahan.
2.         Kelambatan yang disebabkan penyedia jasa.
Jika penyedia jasa berjanji melaksanakan pekerjaan tersebut, dalam waktu yang telah ditetapkan, pengguna jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian bila keterlambatan tersebut disebabkan penyedia jasa atau dalam kejadian lain, bahkan jika keterlambatan tersebut diluar kendali dari penyedia jasa. Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini adalah kehilangan kesempatan penggunaan dari fasilitas tersebut, pengaruh reaksi terhadap penyedia jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain yang terlambat.
3.         Sebagai klaim tandingan.
Para pengguna jasa yang menghadapi klaim-klaim para penyedia jasa dapat membalasnya dengan klaim tandingan. Klaim tandingan biasanya menyerang atau berusaha memojokan/mendiskreditkan unsure-unsur asli dari klaim penyedia jasa, dengan membuka hal-hal yang tumpang tindih atau perangkap kerugian biaya atau menyebutkan perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakan penyedia jasa dalam hal terjadinya sengketa. Kebanyakan klaim yang ditemukan dalam proyek konstruksi datang dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa karena satu dan lain sebab. Perubahanperubahan tidak resmi adalah sebagai berikut:
·           Kelambatan atau cacat informasi dari pengguna jasa biasanya dalam bentuk gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
·           Kelambatan atau cacat informasi dari bahan-bahan atau peralatan yang diserahkan pengguna jasa.
·           Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi.
·           Perubahan-perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak diketahui.
·           Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang tidak bersamaan.
·           Larangan-larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa.
·           Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran.

Dari uraian diatas sebab-sebab atau asal usul klaim dapat dikelompokan sebagai berikut:
·           Sebab – sebab umum
Komunikasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa buruk; Administrasi kontrak yang tidak mencukupi; Sasaran waktu yang tidak terkendali; Kejadian eksternal yang tidak terkendali; Kontrak yang artinya mendua.
·           Sebab – sebab dari pengguna jasa
Informasi tender yang tidak lengkap/sempurna mengenai desain, bahan, spesifikasi; Penyelidikan site yang tidak sempurna/perubahan site; Reaksi/tanggapan yang lambat; Alokasi risiko yang tidak jelas; Kelambatan pembayaran; Larangan metode kerja tertentu.
·           Sebab - sebab dari penyedia jasa
Pekerjaan yang cacat/mutu pekerjaan buruk; Kelambatan penyelesaian; Klaim tandingan/perlawanan klaim; Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi; Bahan yang dipakai memenuhi syarat garansi.

1.3.2     Unsur Unsur Klaim
Klaim-klaim konstruksi yang biasa muncul dan paling sering terjadi adalah klaim mengenai waktu dan biaya sebagai akibat perubahan pekerjaan. Bila pekerjaan berubah, katakanlah volume pekerjaan bertambah atau sifat dan jenisnya berubah, tidak terlalu sulit menghitung berapa tambahan biaya yang diminta penyedia jasa beserta tambahan waktu.
Namun terkadang penyedia jasa, disamping mengajukan klaim yang disebut tadi, juga mengajukan klaim sebagai dampak terhadap pekerjaan yang tidak berubah. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut: suatu pekerjaan yang tidak diubah terpaksa ditunda (karena alasan teknis pelaksanaannya dengan adanya pekerjaan lain yang berubah). Pekerjaan yang tidak berubah tadi seharusnya dikerjakan pada musim kemarau. Oleh karena terjadi penundaan pekerjaan ini terpaksa dilaksanakan dalam musim hujan yang mengakibatkan menurunkan produktifitas dan perlu tambahan biaya untuk melindungi pekerjaan tersebut dari pengaruh cuaca (hujan).
Belum lagi kemungkinan terjadinya kenaikan upah buruh karena musim hujan, tambahan tenaga pengamanan, biaya administrasi , dan overhead. Menurut Robert D Gilbreath, unsur-unsur klaim konstruksi tersebut adalah:
·           Tambahan upah, material, peralatan, pengawasan, administrasi, overhead dan waktu.
·           Pengulangan pekerjaan (bongkar/pasang). ‚ Penurunan prestasi kerja.
·           Pengaruh iklim.
·           De-mobilisasi dan Re-mobilisasi. -3-
·           Salah penempatan peralatan.
·           Penumpukan bahan.
·           De-efisiensi jenis pekerjaan.

1.      Kategori klaim
a. Dari pengguna jasa terhadap penyedia jasa:
‚ Pengurangan nilai kontrak.
‚ Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
‚ Kompensasi atas kelalaian penyedia jasa
b. Dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa:
‚ Tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan
‚ Tambahan kompensasi
‚ Tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi teknis atau bahan.
c. Dari Sub penyedia jasa atau pemasok bahan terhadap penyedia jasa utama
2. Jenis-jenis klaim
a.      Klaim tambahan biaya dan waktu; Diantara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang sering terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya.
b.      Klaim biaya tak langsung (Overhead); Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi, klaim atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c.      Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya); Walaupun klaim kelembatan kelihatannya sederhana saja, namun dalam kenyataannya tidak demikian. Misalnya penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alsan tertentu.
d.      Klaim kompensasi lain; Dilain kejadian penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu mendapatkan pula kompensasi lain.
Ada kalanya penyedia jasa tidak mendapatkan seluruh klaim kelambatan yang diminta karena tidak seluruh kelambatan tersebut kesalahan pengguna jasa. Penyedia jasa juga mempunyai andil dalam kelambatan tersebut yang terjadi secara tumpang tindih.

1.4         SENGKETA KONTRUKSI
Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi yang di dunia Barat disebut construction dispute. Sengketa konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah sengketa di bidang perdata yang menurut UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa. (Nazarkhan Yasin. 2004, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi).
Konstrksi dimaksud adalah kegiatan jasa konstruksi yang meliputi; Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan pekerjaan konstruksi. Undang-undang tentang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 dalam Ketentuan Umum menyebutkan bahwa Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pengertian pekerjaan konstruksi adalah seluruh atau sebahagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. ( Undang-Undang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999).
Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah satu pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi atau default).

1.4.1      Penyelesaian Sengketa
Sengketa konstruksi dapat diselesaikan melalui beberapa pilihan yang disepakati oleh para pihak yaitu melalui :
·      Badan Peradilan (Pengadilan)
·      Arbitrase (Lembaga atau Ad Hoc)
·      Alternatif Penyelesaian Sengketa (konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi).
 Penyelesaian sengketa harus secara tegas dicantumkan dalam kontrak konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa perdata (bukan pidana). Misalnya, pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak adalah Arbitrase. Dalam hal ini pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut sesuai Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 3.


BAB II
KLAIM KONTRUKSI PADA STUDI KASUS PROYEK DI PAPUA


2.1         LATAR BELAKANG
Suksesnya sebuah proyek sangat tergantung dari kerja sama antara para pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Pemilik bangunan, Perencana, Pengawas, Pengelola proyek dan Kontraktor. Para pihak tersebut bisa mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik atau perselisihan pada saat perencanaan dan pelaksanaan proyek, saat itu lah akan timbul masalah klaim.
Dalam industri konstruksi, dimana dalam dokumen kontrak dijelaskan mengenai hak, kewajiban dan prosedur, klaim dinyatakan sebagai permintaan kontraktor atas tambahan waktu dan atau tambahan biaya dan lain itu dapat berkembang menjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan secara baik-baik oleh pihak yang berselisih.
Jadi klaim bukanlah suatu tuntutan melainkan suatu permintaan yang jika tidak dipenuhi akan terjadi tuntutan.Klaim berlanjut dengan pembuatan dokumen klaim yang formal yang diajukan oleh kontraktor kepada pemilik bangunan. Hal ini akan menjadi dasar kebijakan pemilik bangunan dalam mempertimbangkan klaim potensial sedini mungkin.
Masalah klaim bisa timbul antara para pihak yang terlibat di dalam proyek yang merasa tidak puas terhadap hasil kerja antara pihak yang terikat didalam perjanjian atau kontrak. Pada kajian kali ini akan memaparkan klaim konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor kepada Pemilik dengan mengambil studi kasus pada salah satu proyek yang ada di Papua.

2.2         SEBAB PANGAJUAN KLAIM DARI KONTRAKTOR
Kontraktor mengajukan klaim kepada owner karena beberapa masalah seperti: keterlambatan pengadaan dari pihak Pemilik, perubahan gambar desain di lapangan, penundaan keberangkatan tenaga kerja, penambahan tenaga kerja lokal yang diluar rencana, perubahan cuaca, kondisi tanah di lapangan yang berbeda, kebijakan HSE yang menyebabkan produktifitas menurun, produktivitas menurun karena kondisi dari kantin, penambahan ongkos kirim untuk material karena perubahan tempat keberangkatan, demobilisasi dari peralatan, kelebihan material dan fasilitas konstruksi dilapangan, penurunan produktivitas akibat keterbatasan kapasitas kamp, tambahan biaya untuk mempercepat proses penyelesaian proyek Buiding-2, penggantian biaya atas kehilangan kesempatan untuk mendapatkan proyek baru dikarenakan keterlambatan penyelesaian proyek building-2.
Klaim kontraktor :
1.         Tidak Produktif tenaga kerja karena prosedur keamanan kerja yang baru
a.      Dasar klaim , didalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training yang diadakan oleh owner dapat dilaksanakan di 3 kota: Jakarta, Makasar dan Sorong. Pada kenyataannya semua HSE training dilaksanakan di Site Project. Kontraktor mengklaim biaya tambahan untuk hal ini dengan alasan tertunda nya pekerjaan di lapangan. Karena untuk pekerja yang belum mendapatkan training, tidak dapat melakukan pekerjaan dilapangan.
b.      Analisis klaim , di dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training harus dilaksanakan selama beberapa hari tergantung dari jumlah peserta, dan tidak ada kompensasi tambahan selama masa training. Semua fasilitas untuk training ditanggung oleh kontraktor. Pada kenyataannya, semua training dilaksanakan di lapangan kerja dan tidak ada penundaan pekerjaan. Kondisi ini seharusnya menguntungkan untuk kontraktor. Karena semua biaya ditanggung oleh owner dan kontraktor tidak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk para personil mengikuti training diluar proyek. Karena alasan ini, Pemilik menolak untuk memberikan biaya tambahan kepada kontraktor.
c.      Perhitungan klaim, Perhitungan kontraktor berdasarkan total man hours yang tidak bekerja selama masa menunggu training dikalikan dengan upah perhari, sebagai berikut:
3,090 Manday x Rp. 210,004 = Rp. 650,136,000. Dan jumlah ini ditolak oleh Pemilik dengan alasan yang telah dijelaskan diatas.

2.         Tambahan Biaya karena bertambahnya perlengkapan keamanan
a.      Dasar klaim , Biaya untuk safety gear dan personal protective equipment yang menjadi tanggung jawab kontraktor harus mengikuti standard yang berlaku di spesifikasi. Tetapi didalam spesifikasi tidak dijelaskan jenis perlengkapan safety yang harus digunakan. Kontraktor telah menyiapkan PPE untuk digunakan dilapangan oleh pekerja sesuai standard yang telah ditetapkan oleh owner, menggunakan berbagai macam sarung tangan sesuai dengan tingkat resiko nya, dan menggunakan sepatu bot plastik dengan steel toe cap. Tetapi pada tgl 28 Sept 06, owner merevisi standard yang lama dengan mewajibkan pekerja menggunakan sarung tangan kulit dan sepatu kerja kulit. Ini menyebabkan timbulnya biaya tambahan untuk membeli sarung tangan dan sepatu kerja yang baru yang sesuai dengan ketentuan baru dari Pemilik.
b.     Analisis klaim , Semua pekerja yang akan melakukan pekerjaan dilapangan harus menggunakan perlengkapan safety sebagai berikut: Helm kerja, Sepatu kerja, Kacamata kerja,Seragam kerja Standard yang ditetapkan adalah sebagai berikut,Sepatu Kerja, Semua pekerja harus menggunakan sepatu yang dapat melindungi kaki dari kecelakaan, seperti jatuh nya dan bergulingnya sesuatu peralatan kerja dilapangan. Sepatu kerja harus sesuai dengan standar sepatu kerja lapangan nasional, Sarung tangan kerja, Sarung tangan harus dapat melindungi tangan dari bahaya zat-zat yang dapat menembus kulit, dari bahaya benda tajam, dari bahaya zat-zat kimia dan bahaya temperatur tinggi. Tidak diragukan bahwa kontrktor telah menyediakan dan menggunakan perlengkapan safety dilapangan. Masalahnya adalah rubber boat yang disediakan kontraktor tidak mempunyai soles yang kuat sehingga tidak dapat digunakan dilapangan yang pada kenyataannya banyak paku dan benda-benda tajam yang dapat menembus rubber boat yang digunakan oleh pekerja. Begitu juga dengan jenis sarung tangan yang disediakan oleh kontraktor tidak dapat memberikan perlindungan yang aman untuk tangan, sehingga tidak memenuhi standard keamanan untuk pelengkapan kerja.
c.      Perhitungan klaim, Kontraktor menghitung klaim untuk sepatu kerja dan sarung tangan kerja berdasarkan selisih antara biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor untuk membeli rubber boat, dengan biaya tambahan untuk membeli sepatu safety yang baru yang sesuai dengan ketentuan dari pihak Pemilik. Berikut perincian biaya tambahan yang diajukan oleh kontraktor:
Sepatu safety:
Pembelian sepatu safety baru = 1,286 x Rp. 440,000,- = Rp. 565,840,000,-
Sepatu boat yang sudah dibeli = 1,286 x Rp. 120,078,- = Rp. 164,320,200,-
Sub Total biaya yang di Klaim = Rp. 401,517,800,-
Sarung tangan safety: Pembelian sarung tangan baru = 23,200 x Rp.10,067,- = Rp. 386,666,700,-
Sarung tangan yang sudah dibeli = 23,200 x Rp.1,700,- = Rp. 38,666,700,-
Sub Total biaya yang di Klaim = Rp. 348,000,000
Total Klaim = Rp. 749,517,800,-.
Pemilik hanya akan membayar 50 % dari total klaim yang diajukan oleh kontraktor karena alasan yang telah dijabarkan diatas. Dan karena owner menyadari akan adanya tambahan biaya untuk pembelian perlengkapan keamnan, tetapi kontraktor tidak mempunyai alasan yang kuat sehingga owner hanya akan membayar setengah dari klaim yang diajukan, yaitu: Rp. 749,510,078 x 50% = Rp. 400,000,000



3.         Tidak Produktif tenaga kerja karena faktor lingkungan, keamanan, dan masalah kesehatan
a.     Dasar klaim, Pemilik menyatakan bahwa keamanan di lapangan akan terjamin. Pada kenyataanya terjadi demonstrasi dari warga diluar project yang menyebabkan tertundanya pekerjaan kosntruksi, dan terjadi demonstrasi dari beberapa pekerja dilapangan yang mengajak pekerja lain untuk mogok bekerja. Makanan ditanggung oleh pihak owner. Tenaga kerja akan mendapatkan makanan yang higienis untuk kesehatan mereka. Pada tanggal 7 November '06, 98 pekerja menderita diare dan menyebabkan tidak dapat bekerja. Diare disebabkan karena makanan yang tidak higienis
b.      Analisis klaim, Pemilik menyatakan bahwa kontraktor tidak mempunyai dasar yang jelas dalam mengajukan klaim ini. Demonstrasi yang terjadi pada tanggal 17 November adalah demosntrasi yang dilakukan oleh penduduk lokal dikarenakan pintu masuk di pos 8 selalu dalam keadaan tertutup, menyebabkan mereka tidak dapat masuk ke dalam proyek, ini sudah dapat ditanggulangi oleh owner dengan melakukan komunikasi antara pihak owner dengan penduduk lokal Papua. Dan pada hari yang sama workers dari pihak kontraktor pun melakukan demonstrasi karena uang lembur mereka yang belum dibayar oleh pihak kontraktor. Jadi tidak ada hubungan nya dengan keamanan yang mengancam pihak kontraktor yang disebabkan oleh pihak owner. Untuk kasus diare yang menyerang 92 orang tenaga kerja dari kontraktor, setelah mendapat keterangan dari pihak klinik di proyek, dari 92 tenaga kerja sebenarnya tidak ada yang menderita diare. Yang melatarbelakangi tenaga kerja untuk datang keklinik adalah ada nya 7 teman mereka yang mengalami diare. Dan mereka termakan isu bahwa makanan yang mereka konsumsi sudah tidak layak makan, sehingga mereka mengklaim bahwa diri mereka terkena diare dan segera berdatangan ke klinik untuk diperiksa. Tetapi hasil dari pemeriksaan dari 92 tenaga kerja yang melapor tidak ada satu pun yang terserang diare. Ini juga dapat disebabkan rendahnya pengetahuan tenaga kerja lokal disana mengenai penyakit diare dan tenaga kerja lokal mudah termakan isu yang beredar yang belum tentu benar. Untuk 7 orang pasien yang terjangkit diare diklinik ini dikarenakan mereka mengkonsumsi mie instant yang mereka bawa dan masak sendiri di kamp mereka. Jadi bukan karena makanan yang disediakan oleh pihak owner. Kontraktor tidak dapat memberikan data pendukung yang kuat untuk mengklaim hal ini. Oleh karena itu Klaim yang diajukan untuk item ini ditolak oleh pihak owner.

4.         Penambahan biaya pengiriman material dan peralatan karena perpindahan tempat keberangkatan dari vessel yang disediakan oleh owner
a.     Dasar klaim, Dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa transportasi peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Pada kenyataannya, owner hanya menerima pengiriman material dan peralatan dari pelabuhan di Ciwandan – Banten. Sedangkan kontraktor telah mempersiapkan material dan peralatan untuk dikirim melalui pelabuhan di Surabaya. Ini menyebabkan ada nya biaya tambahan untuk transportasi material dan peralatan dari Surabaya ke ciwandan – Banten
b.      Analisis klaim, Berdasarkan kontrak kerja pengiriman peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Oleh karena itu owner akan membayar biaya tambahan yang telah dikeluarkan oleh pihak kontraktor untuk pengiriman material dan peralatan dari Surabaya ke Ciwandan – Banten. Tetapi karena kontraktor tidak mempunyai backup data yang jelas untuk dasar perhitungan klaim mereka. Pemilik hanya akan membayar kompensasi untuk biaya mobilisasi dan demobilisasi dari Surabaya ke Banten berdasarkan Jadwal mobilisasi dan demobilisasi peralatan kontraktor sebesar Rp. 450,526,400.

5.         Klaim atas kondisi tanah dilapangan yang tidak bagus
a.      Dasar klaim, Didalam kontrak disebutkan bahwa owner akan menyediakan aggregate dan pasir yang bagus untuk memperbaiki dan perawatan kondisi tanah di lapangan. Pada kenyataannya keadaan tanah yang tidak bagus, menyebabkan pekerjaan konstruksi dilapangan terhambat. Aggregate dan pasir yang seharusnya disediakan oleh owner juga tidak tersedia. Kontraktor harus mengerjakan perbaikan kondisi tanah yang merupakan diluar kewajiban kerja kontraktor, dengan kata lain ini adalah pekerjaan tambah untuk kontraktor.
b.      Analisis klaim, Tidak ada kontraktual basis untuk klaim loss in productivity ini. Kondisi yang tertera dalam kontrak tidak berubah. Pada item pekerjaan tambah untuk pembelian steel plate untuk akses sementara adalah pekerjaan konstruksi normal untuk setiap proyek.
c.      Perhitungan klaim, Tetapi Owner akan membayarkan biaya tambahan untuk pembelian steel plate yang melebihi batas karena inisiatif dari kontraktor untuk mengantisipasi kekurangan steel plate. Owner hanya akan membayar 50% dari 65 sheet steel plate yang di beli oleh kontraktor yaitu 50% x Rp. 577,850,000 = Rp. 288,920,005 dibulatkan menjadi Rp. 290,000,000.
6.         Penurunn produktifitas karena fasilitas kamp yang tidak memadai.
a.      Dasar klaim, Berdasarkan kontrak kerja Semua pekerja yang akan bekerja di lapangan akan mendapatkan akomodasi yang baik dengan standard internasional.Pada kenyataan nya akomodasi yang didapat tidak cukup layak, pekerja merasa tidak nyaman, menyebabkan menurun nya produktivitas mereka dalam bekerja. Dan juga akomodasi yang terbatas menyebabkan penundaan mobilisasi dari pekerja ke site project.Adapun biaya tambahan yang di klaim oleh Kontraktor adalah sebesar Rp. 5,999,556,000.
b.      Analisis klaim, Berdasarkan kontrak kerja, owner mempunyai kewajiban untuk menyediakan akomodasi seperti kamp untuk pekerja lapangan/worker yang merupakan non staff worker. Kamp yang disediakan untuk non staf adalah type S7 dan S8. Ini adalah kamp dengan tempat tidur tingkat dan kipas angin. 1 kamar dapat menampung 6 orang. Akomodasi S7 dan S8 ini sudah mengikuti standard yang biasa digunakan di project lain dan sudah sesuai dengan kontrak yang telah disetujui bersama. Masalah yang timbul akibat dari terbatasnya jumlah kamp untuk tenaga kerja dikarenakan kontraktor yang gagal untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya. Sehingga banyak pekerja yang diundur waktu demobilisasi nya karena harus menyelesaikan pekerjaan di lapangan. Di dalam kontrak bab 6 disebutkan bahwa jumlah tenaga kerja yang paling banyak adalah 592, dan puncak nya dijadwalkan akan terjadi pada bulan Februari 2007. Pada kenyataanya jumlah tenaga kerja terbanyak adalah 1202 dan terjadi pada bulan October 2007. Ini menunjukan kegagalan kontraktor untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan jadwal yang sudah di rencanakan didalam kontrak.
c.      Perhitungan klaim, Kontraktor mengklaim biaya tambahan untuk hal diatas menggunakan faktor 10% dari kehilangan produktivitas untuk semua pekerja. Perincian nya adalah sebagai berikut:

Man Mount
Jam/H
Hari/Bulan
Total Jam
Upah Jam
Total Biaya
9,505
8
30
2,281,200
26,300
59,995,560,000

Biaya yang akan di klaim 10% = Rp 5,999,556,000,-
Tidak ada dasar formula untuk perhitungan diatas. Pemilik sudah memenuhi kewajiban nya untuk menyediakan akomodasi untuk para pekerja. Keterbatasan akomodasi disebabkan oleh karena kontraktor yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan nya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam kontrak. Sehingga kontraktor harus memperpanjang masa kerja, dan kontraktor juga gagal untuk mengatur jumlah dan perputaran tenaga kerja nya sesuai dengan rencana yang ada dalam kontrak. Namun selama masa kerja, ada staff dari kontraktor yang harus tinggal di akommodasi S7 dan S8 yang seharusnya akomodasi tersebut untuk non staff. Dikarenakan kapasitas kamp untuk staff yang penuh.
Untuk itu Pemilik tetap akan memberikan kompensasi untuk pekerja staff yang tinggal di kamp yang lebih rendah dari level nya. Pehitungan kompensasi adalah sebesar $50 perhari untuk setiap pekerja staff yang tinggal di kamp S7 dan S8. berikut adalah perhitungannya: Rp. 500,000 x 190 MM = Rp. 95,000,000,- adalah jumlah yang akan dibayarkan oleh owner untuk klaim yang diajukan

2.3         PENYELESAIAN KLAIM
Secara keseluruhan total klaim sebesar Rp. 150,000,000,000,- ditolak oleh owner karena kontraktor tidak mempunyai dasar yang kuat dalam pengajuan klaim, dan juga kontraktor tidak memiliki back up data dan bukti2 yang dapat menguatkan klaim tersebut.
Penyelesaian klaim dilakukan dengan cara negosiasi. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali di Jakarta antara senior management dari pihak Pemilik dan pihak kontraktor untuk berunding mengambil keputusan yang terbaik. Dalam pertemuan tersebut diatas membahas mengenai analisa klaim yang dilakukan oleh owner dan penjelasan dari kontraktor. Tetapi karena kontraktor tidak memiliki dasar yang kuat dalam pengajuan klaim, baik dari segi pendekatan dengan kontrak dokumen maupun kelengkapan data, maka owner tidak dapat mengabulkan permintaan biaya tambahan yang diajukan. Namun, owner tetap akan memberikan kompensasi untuk beberapa pekerjaa yang memang hak dari kontraktor.
Meskipun kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya, tetapi owner tetap menghargai kerja keras dari kontraktor yang pada akhirnya dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan dengan kualitas yang bagus (high standard).
Proposal harga dari Pemilik sebagai claim settlement adalah Rp. 76,958,510,000 (jumlah nilai tersebut dihitung dengan menggunakan metode perhitungan selisih antara harga yang tercantum di kontrak dengan biaya aktual yang dikeluarkan oleh kontraktor serta dengan memepertimbangkan kondisi sebenarnya yang terjadi dilapangan selama pekerjaan berlangsung. Dan kontraktor menerima harga yang ditawarkan oleh Pemilik sebagai kesepakatan untuk kompensasi klaim secara keseluruhan.







 DAFTAR PUSTAKA
Ir, Darmadi. 2018. Analisis klaim kontruksi , studi kasus proyek di Papua. https://doi.org/10.31227/osf.io/a9v3d (akses 8 November 2019)
Asdar.id, Apakah itu FIDIC? Ini Dia Penjelasan Lengkapnya.”.8 November  2018. https://www.asdar.id/apakah-itu-fidic-ini-dia-penjelasan-lengkapnya/ (akses 8 November 2019)






 


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Arigatou Gozaimasu. Diberdayakan oleh Blogger.