BAB I
RESUME
1.1
ASPEK
HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Bidang
Jasa Kosntruksi merupakan bidang yang utama dalam melaksanakan agenda
pebangunan nasional. Jasa
Konstruksi sebagai salah satu
bidang dalam sarana pembangunan, sudah sepatutnya diatur dan dilindungi secara
hukum agar terjadi situasi yang objektif dan kondusif dalam pelaksanaannya. Hal
ini telah sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30
Tahun 2000 serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Sebagaimana
diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas : kejujuran dan
keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asas keterbukaan,
asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa
dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999)Interaksi antara portal dan
dinding geser pada sistem ganda memiliki perilaku yang cukup unik, dimana gaya
geser pada bagian bawah akan dominan dipikul oleh dinding geser sedangkan frame memikul gaya geser pada bagian
atas. Hal ini dikarenakan kedua sistem tersebut memiliki perilaku defleksi yang
berbeda. Akibat dari beban lateral, dinding geser akan berperilaku bending mode sedangkan frame akan berdeformasi secara shear mode.
Selanjutnya
pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
1.
Memberikan arah pertumbuhan
dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh,
andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
2.
Mewujudkan tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa
dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Mewujudkan peningkatan peran
masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi
perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Para
pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia
jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau
badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan
hukum.
1.4.1 Aspek
Hukum Perdata
Pada
umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam
perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun
perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada
2 (dua) kemungkinan, yaitu :
·
Karena kesalahan salah satu pihak baik karena
kesengajaan maupun karena kelalain
·
Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi
diluar kemampuan para pihak, jadi tidak bersalah.
Perbuatan Melawan Hukum
adalah ; perbuatan yang sifatnya langsung melawan hokum, serta perbuatan yang
juga secara langsung melanggar peraturan lain daripada hokum. Pengertian
perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401 BW
Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan melawan
hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul
karena Undang-Undang (onwetmatig).
Yang pasti, KUHPerdata
memang tidak mendefinisikan dan merumuskan perbuatan melawan hukum.
Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365
KUHPerdata hanya mengatur barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus
mengganti kerugian.
1.4.2 Aspek
Hukum Pidana
Bilamana
terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak,
maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi
kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
memembuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur
tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
Yang
secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang merencanakan,
melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat
berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan
diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun
penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk
perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi
pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain
yaitu denda.
Dalam
hal lain memungkin terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai
dengan isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya
unsur Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam Pasal 378
KUHP (penipuan) ;“ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan
orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
Pasal
372 KUHP (penggelapan) ;“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki suatu benda yag seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak
Rp.900,-“Pidana Korupsi ; persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan
dengan tindak pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek
yang dibiayai uang negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu
dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan
unsur-unsurnya adalah :
1.
Perbuatan
melawan hukum.
2.
Melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
3.
Merugikan
keuangan Negara atau perekonomian.
4.
Menyalahgunakan
kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan
kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan
melawan hukum sebagaimana pasal tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum
formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum
sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat menyebabkan
kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.
Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan
kerugian Negara dapat dilihat di UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan : BPK
menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain
yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak
ditemukan unsur pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat
memberlakukan pasal 32 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu : Dalam hal
penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana
korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian
keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil
penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan
perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan
gugatan.
Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan
perdata untuk perbuatan hukum yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi,
namun perbuatan tersebut dapat dan / atau berpotensi menimbulkan kerugian
negara.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila
terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan tindak pidana korupsi bukan
merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara penyelesaian yang lain yaitu
cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.
1.4.3 Sanksi
Administratif
Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas
pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu :
1.
Peringatan
tertulis
2.
Penghentian
sementara pekerjaan konstruksi
3.
Pembatasan
kegiatan usaha dan/atau profesi
4.
Larangan
sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
6. Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.
1.2
KONTRAK
VIDIC
FIDIC adalah singkatan
dari Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils (International
Federation of Consulting Engineers) yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, dan
didirikan dalam tahun 1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dalam terapannya FIDIC tidak hanya mendasari
kontraknya dengan Hukum adat/Kebiasaan tetapi juga dengan tambahan Hukum
Perdata Internasional, sehingga dapat di terapkan oleh banyak Negara dan lebih
di terima oleh lembaga Pembiayaan Proyek dengan taraf bank-bank internasional.
1.2.1 Kontrak Proyek
Kontrak Adalah
Perjanjian Kerja antara Pemakai jasa dengan kontraktor sebagai pemberi jasa,
dengan perjanjian kerja tertentu dan waktu tertentu dan dengan hasil suatu
bentuk konstruksi yang sesuai dalam kontrak. Berawal dari sebuah
Impian/keinginan untuk membangun sebuah bentuk konstruksi yang berkembang
menjadi sebuah Rencana/perencanaan Konstruksi dan makin berkembang menjadi
sebuah dokumen Lelang yang siap di adakan sebuah pelelangan yang mana para
pesertanya adalah pemberi jasa Konstruksi atau lebih familiar disebut
Kontraktor dengan hasilnya adalah suatu kontrak kerja proyek.
·
WITH ? :
Siapa dan dengan siapa yang mentandatangani kontrak?
o
Pemakai
jasa/Pemilik/Employer.
o
Pemberi
Jasa/Kontraktor.
·
WHO ? :
Siapa saja yang terikat dalam Kontrak?
o
Pemakai Jasa/Pemilik/Employer.
o
Pemberi
Jasa/Kontraktor.
o
Pemberi
Jasa/Engineer.
o
Pemberi Jasa
Terhadap Kontraktor/Sub Kontraktor.
·
WHAT ? :
Pekerjaan Apa yang ada di dalam kontrak?
o
Apa saja
yang di atur dalam kontrak dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
·
WHEN ? : Kapan
Kontrak ini di mulai untuk memulai pelaksanaan Konstruksi dan kapan Kontrak ini
berakhir untuk menyelesaikan Pekerjaan Konstruksi.
Dalam
perkembangannya, FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasi-asosiasi nasional
para konsultan (Consulting engineers) seluruh dunia. Dari asalnya sebagai suatu
organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II dengan
bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958,
dan baru pada tahun 70-an bergabunglah negara-negara NIC, Newly Industrialized
Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar internasional.
Didukung
oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman professional yang sedemikian luas dari
anggota-anggotanya, FIDIC telah menerbitkan berbagai bentuk standar dari dokumen
dan persyaratan kontrak, conditions of contract, untuk proyek-proyek pekerjaan
sipil (civil engineering construction) sejak 1957 yang secara terus menerus
direvisi dan diperbaiki sesuai perkembangan industri konstruksi. Sejak
diterbitkannya edisi ke-1 pada tahun 1957, maka edisi ke-2 diterbitkan pada
tahun 1969, edisi ke-3 pada tahun 1977 dan edisi ke-4 pada tahun 1987 yang
dicetak ulang dengan beberapa amandemen pada tahun 1992.
Pada
tahun 1999 telah dikeluarkan edisi ke-1 dari satu dokumen standar yang sama
sekali baru tentang persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi, yaitu
“Conditions of Contract for Building and Engineering Works Designed by the
Employer”. Pada FIDIC tersebut, hal yang penting adalah diterapkannya suatu
pembagian risiko yang berimbang antara pihak-pihak yang terkait dalam suatu
pembangunan proyek, yaitu bahwa risiko dibebankan kepada pihak yang paling
mampu untuk mengendalikan risiko tersebut.
1.2.2 Bahasa Hukum Kontrak
Keabsahan
kontrak perlu adanya beberapa struktur atau unsur yang wajib di adakan dalam
kontrak seperti hal nya;
1.
Adanya
pelaku kontrak: Perorangan/Badan yang sah dengan hukum dan mempunyai kriteria
untuk mengadakan atau mengikuti kegiatan dalam pekerjaan ini.
2.
Adanya
aturan-aturan penyusunan kontrak yang berkesinambungan atau tidak berat dan
cacat sebelah.
3.
Dasar-dasar
pembuatan Kontrak yang mencerminkan tidak adanya perbedaan.
4.
Prosedur–prosedur
untuk pembuatan kontrak demi menghindari kecurangan-kecurangan ataupun
kesalahan.
1.2.3 Pelaku
Pemilik/Employer: Perorangan/badan yang di sahkan oleh hukum dan berhak membuat
suatu Kegiatan atau bentuk proyek konstruksi yang mana faktor pembiayaannya di
atur olehnya.
Kontraktor: Pelaksana/Pemberi jasa terhadap Pemilik Proyek yang telah
di berikan kewenangan yang sah oleh pemilik proyek untuk melaksanakan kegiatan
atau pekerjaan proyek konstruksi yang telah di atur dalam kontrak.
Sub
Kontraktor: Pelaksana/Pemberi Jasa terhadap Pemilik
Proyek yang di berikan kewenangan yang sah oleh kontraktor untuk melaksanakan
sebagian pekerjaan dalam kontrak dan menjadi tanggung jawab kontraktor (dengan
menggunakan Kontrak perjanjian kerja berbeda).
1.
Permanent:
Sub kontraktor dengan adanya kontrak perjanjian berbeda yang namanya di
sebutkan di dalam kontrak yang di setujui oleh pemilik untuk melakukan sebagian
perkerjaan dan di atur dalam kontrak serta pembiayaannya menjadi tanggung jawab
kontraktor.
o
Contoh: Sub
kontraktor untuk supply Material skala besar/prioritas utama/ Fabrication,
Manufacturing.
2.
Temporary:
Sub kontraktor yang bersifat sementara dengan adanya kontrak perjanjian dengan
kontraktor dan melakukan sebagian pekerjaaan di dalam kontrak yang namanya
tidak di sebutkan di dalam kontrak dengan pemilik dan menjadi tanggung jawab
kontraktor.
o
Contoh: Sub
contractor untuk Tenaga Kerja.
Engineer/Tenaga Ahli: Pelaksana/pemberi jasa terhadap pemilik Proyek yang di
berikan kewenangan dari pemilik proyek yang sah untuk melakukan Pengawasan
pekerjaan dalam proyek dengan adanya penunjukan dari pemilik proyek yang
ditentukan di dalam kontrak.
·
Pengertian
lain: Kewenangan untuk mewakili pemilik proyek dalam memberikan persetujuan,
pendapat terhadap tindak lanjut aktifitas proyek kepada Kontraktor. Dalam hal
ini Engineer tidak terlibat dalam Proses Konstruksi.
Engineer Representatif: Pelaksana/pemberi jasa terhadap pemilik Proyek yang di
beri kan kewenangan dari pemilik proyek yang sah untuk melakukan Pengawasan
pekerjaan dalam proyek (Assistant Engineer) dengan adanya penunjukan dari
Engineer yang ditentukan di dalam kontrak terpisah.
1.2.4 Aturan dan Sifat
Dalam pembuatan kontrak
aturan - aturan yang di adopsi seperti halnya dibawah ini:
·
Aturan yang mengikat: Jelas di dalam
kontrak telah dan wajib diatur/aturan yang harus dipatuhi baik masalah jenis
pekerjaan, waktu pekerjaan, apa saja di dalam kontrak yang di buat pemilik dan
di setujui Kontraktor
·
Aturan Fleksibel: Penjelasan aturan
yang mengikat dapat menjadi fleksible dengan poin-poin tertentu, apabila
aturan/isi di dalam kontrak tidak sesuai atau perlu adanya perubahan yang di
buat setelah adanya diskusi atau penelitian ulang oleh kontraktor dan engineer
serta kemudian di ajukan usulan kepada pemilik. Contoh: Perpanjangan Waktu
karena faktor sebab, penambahan atau pengurangan atau perubahan jenis material,
dan lain sebagainya.
1.3
KLAIM KONTRAK
Ketidak seimbangan antara terbatasnya
pekerjaan Konstruksi/Proyek dan banyaknya Penyedia Jasa mengakibatkan posisi
tawar Penyedia Jasa sangat lemah. Dengan banyaknya jumlah Penyedia Jasa maka
Pengguna Jasa leluasa melakukan pilihan. Adanya kekhawatiran tidak mendapatkan
pekerjaan yang ditenderkan Pengguna jasa/Pemilik Proyek menyebabkan Penyedia
Jasa “rela” menerima Kontrak Konstruksi yang dibuat Pengguna Jasa. Bahkan
sewaktu proses tender biasanya Penyedia Jasa enggan bertanya hal-hal yang
sensitive namun penting seperti ketersediaan dana, isi kontrak, kelancaran
pembayaran, Penyedia Jasa takut pihaknya dimasukkan dalam daftar hitam.
1.3.1
Sebab Terjadinya Klaim
Sesungguhnya
dengan mengetahui sebab-sebab dari suatu klaim, para pihak selaku pelaksana
industri jasa konstruksi dengan pikiran jernih dapat menempatkan masalah klaim
secara wajar dan proporsional dan tak perlu merasa canggung atau alergi.
Pendapat beberapa penulis.
Prof.
H. Priyatna Abdurrasyid, beberapa sebab utama terjadinya klaim: Informasi
design yang tidak tepat, Informasi design yang tidak sempurna, Investigasi
lokasi yang tidak sempurna, Reaksi klien yang lambat, Komunikasi yang buruk,
Sasaran waktu yang tidak realistis, Administrasi kontrak yang tidak sempurna,
Kejadian eksternal yang tidak terkendali, Informasi tender yang tidak lengkap,
Alokasi risiko yang tidak jelas, Keterlambatan – ingkar membayar. Kebanyakan
sengketa/ketidaksepakatan dibidang jasa konstruksi pada umumnya dapat
diselesaikan melalui negosiasi/mediasi diluar pengadilan karena kontruksi merupakan
kegiatan yang berkelanjutan dari awal sampai akhir. Melempar masalah
kepengadilan berarti menghentikan pembangunan untuk jangka waktu yang tidak
bisa diperhitungkan. Tapi negosiasi atau mediasi pun dapat tidak
berfungsi/gagal. Menurut Robert D. Gilbreath, sebab-sebab terjadinya klaim:
1.
Pekerjaan yang cacat.
Para pengguna jasa yang
tidak puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat mengajukan klaim atas
kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang
cacat. Dalam banyak -2- kejadian, pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai
dengan spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok
dengan maksud yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang
diminta tidak sesuai dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau
pemasok bahan.
2.
Kelambatan yang disebabkan penyedia jasa.
Jika penyedia jasa berjanji
melaksanakan pekerjaan tersebut, dalam waktu yang telah ditetapkan, pengguna
jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian bila keterlambatan tersebut
disebabkan penyedia jasa atau dalam kejadian lain, bahkan jika keterlambatan
tersebut diluar kendali dari penyedia jasa. Jenis-jenis klaim kerugian dalam
hal ini adalah kehilangan kesempatan penggunaan dari fasilitas tersebut,
pengaruh reaksi terhadap penyedia jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan
lain yang terlambat.
3.
Sebagai klaim tandingan.
Para pengguna jasa yang
menghadapi klaim-klaim para penyedia jasa dapat membalasnya dengan klaim
tandingan. Klaim tandingan biasanya menyerang atau berusaha
memojokan/mendiskreditkan unsure-unsur asli dari klaim penyedia jasa, dengan
membuka hal-hal yang tumpang tindih atau perangkap kerugian biaya atau
menyebutkan perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang
melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakan penyedia jasa dalam hal
terjadinya sengketa. Kebanyakan klaim yang ditemukan dalam proyek konstruksi
datang dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa karena satu dan lain sebab.
Perubahanperubahan tidak resmi adalah sebagai berikut:
·
Kelambatan atau cacat informasi dari pengguna
jasa biasanya dalam bentuk gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
·
Kelambatan atau cacat informasi dari
bahan-bahan atau peralatan yang diserahkan pengguna jasa.
·
Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar
atau spesifikasi.
·
Perubahan-perubahan kondisi lapangan atau
kondisi lapangan yang tidak diketahui.
·
Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang tidak
bersamaan.
·
Larangan-larangan metode kerja tertentu
termasuk kelambatan atau percepatan pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa.
·
Kontrak yang memiliki arti mendua atau
perbedaan penafsiran.
Dari
uraian diatas sebab-sebab atau asal usul klaim dapat dikelompokan sebagai
berikut:
·
Sebab – sebab umum
Komunikasi antara pengguna
jasa dan penyedia jasa buruk; Administrasi kontrak yang tidak mencukupi;
Sasaran waktu yang tidak terkendali; Kejadian eksternal yang tidak terkendali;
Kontrak yang artinya mendua.
·
Sebab – sebab dari pengguna jasa
Informasi tender yang tidak
lengkap/sempurna mengenai desain, bahan, spesifikasi; Penyelidikan site yang
tidak sempurna/perubahan site; Reaksi/tanggapan yang lambat; Alokasi risiko
yang tidak jelas; Kelambatan pembayaran; Larangan metode kerja tertentu.
·
Sebab - sebab dari penyedia jasa
Pekerjaan yang cacat/mutu
pekerjaan buruk; Kelambatan penyelesaian; Klaim tandingan/perlawanan klaim;
Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi; Bahan yang dipakai memenuhi syarat garansi.
1.3.2
Unsur Unsur Klaim
Klaim-klaim konstruksi yang biasa muncul dan paling
sering terjadi adalah klaim mengenai waktu dan biaya sebagai akibat perubahan
pekerjaan. Bila pekerjaan berubah, katakanlah volume pekerjaan bertambah atau
sifat dan jenisnya berubah, tidak terlalu sulit menghitung berapa tambahan
biaya yang diminta penyedia jasa beserta tambahan waktu.
Namun terkadang penyedia jasa, disamping mengajukan
klaim yang disebut tadi, juga mengajukan klaim sebagai dampak terhadap
pekerjaan yang tidak berubah. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut: suatu
pekerjaan yang tidak diubah terpaksa ditunda (karena alasan teknis
pelaksanaannya dengan adanya pekerjaan lain yang berubah). Pekerjaan yang tidak
berubah tadi seharusnya dikerjakan pada musim kemarau. Oleh karena terjadi
penundaan pekerjaan ini terpaksa dilaksanakan dalam musim hujan yang
mengakibatkan menurunkan produktifitas dan perlu tambahan biaya untuk
melindungi pekerjaan tersebut dari pengaruh cuaca (hujan).
Belum lagi kemungkinan terjadinya kenaikan upah buruh
karena musim hujan, tambahan tenaga pengamanan, biaya administrasi , dan
overhead. Menurut Robert D Gilbreath, unsur-unsur klaim konstruksi tersebut
adalah:
·
Tambahan
upah, material, peralatan, pengawasan, administrasi, overhead dan waktu.
·
Pengulangan
pekerjaan (bongkar/pasang). Penurunan prestasi kerja.
·
Pengaruh
iklim.
·
De-mobilisasi
dan Re-mobilisasi. -3-
·
Salah
penempatan peralatan.
·
Penumpukan
bahan.
·
De-efisiensi
jenis pekerjaan.
1. Kategori klaim
a. Dari pengguna jasa terhadap penyedia
jasa:
Pengurangan nilai kontrak.
Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
Kompensasi atas kelalaian penyedia jasa
b. Dari penyedia jasa terhadap
pengguna jasa:
Tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan
Tambahan kompensasi
Tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi teknis atau bahan.
c. Dari Sub penyedia jasa atau pemasok bahan terhadap penyedia jasa utama
2. Jenis-jenis klaim
a. Klaim tambahan biaya dan waktu;
Diantara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang sering
terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya.
b. Klaim biaya tak langsung (Overhead);
Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi, klaim
atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan
suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya
overhead dengan alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c. Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan
biaya); Walaupun klaim kelembatan kelihatannya sederhana saja, namun dalam
kenyataannya tidak demikian. Misalnya penyedia jasa hanya diberikan tambahan
waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alsan tertentu.
d. Klaim kompensasi lain; Dilain
kejadian penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu mendapatkan pula
kompensasi lain.
Ada kalanya penyedia jasa tidak mendapatkan seluruh
klaim kelambatan yang diminta karena tidak seluruh kelambatan tersebut
kesalahan pengguna jasa. Penyedia jasa juga mempunyai andil dalam kelambatan
tersebut yang terjadi secara tumpang tindih.
1.4
SENGKETA
KONTRUKSI
Sengketa konstruksi adalah sengketa
yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara
para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi yang di dunia Barat
disebut construction dispute. Sengketa konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah
sengketa di bidang perdata yang menurut UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk
diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa.
(Nazarkhan Yasin. 2004, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi).
Konstrksi dimaksud adalah kegiatan
jasa konstruksi yang meliputi; Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan
pekerjaan konstruksi. Undang-undang tentang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999
dalam Ketentuan Umum menyebutkan bahwa Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi
perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan
pengertian pekerjaan konstruksi adalah seluruh atau sebahagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk fisik lain. ( Undang-Undang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999).
Sengketa konstruksi dapat timbul
antara lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya keterlambatan pembayaran,
keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak,
ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu
sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak
melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki
dukungan dana yang cukup. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi
timbul karena salah satu pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi
atau default).
1.4.1 Penyelesaian Sengketa
Sengketa konstruksi dapat
diselesaikan melalui beberapa pilihan yang disepakati oleh para pihak yaitu
melalui :
· Badan Peradilan (Pengadilan)
· Arbitrase (Lembaga atau Ad Hoc)
· Alternatif Penyelesaian Sengketa
(konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi).
Penyelesaian sengketa harus secara tegas
dicantumkan dalam kontrak konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa
perdata (bukan pidana). Misalnya, pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam
kontrak adalah Arbitrase. Dalam hal ini pengadilan tidak berwenang untuk
mengadili sengketa tersebut sesuai Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 3.
BAB II
KLAIM
KONTRUKSI PADA STUDI KASUS PROYEK DI PAPUA
2.1
LATAR
BELAKANG
Suksesnya sebuah proyek sangat
tergantung dari kerja sama antara para pihak yang terlibat didalamnya, yaitu
Pemilik bangunan, Perencana, Pengawas, Pengelola proyek dan Kontraktor. Para
pihak tersebut bisa mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda, yang pada
akhirnya dapat menimbulkan konflik atau perselisihan pada saat perencanaan dan
pelaksanaan proyek, saat itu lah akan timbul masalah klaim.
Dalam industri konstruksi, dimana
dalam dokumen kontrak dijelaskan mengenai hak, kewajiban dan prosedur, klaim
dinyatakan sebagai permintaan kontraktor atas tambahan waktu dan atau tambahan
biaya dan lain itu dapat berkembang menjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat
diselesaikan secara baik-baik oleh pihak yang berselisih.
Jadi klaim bukanlah suatu tuntutan
melainkan suatu permintaan yang jika tidak dipenuhi akan terjadi tuntutan.Klaim
berlanjut dengan pembuatan dokumen klaim yang formal yang diajukan oleh kontraktor
kepada pemilik bangunan. Hal ini akan menjadi dasar kebijakan pemilik bangunan
dalam mempertimbangkan klaim potensial sedini mungkin.
Masalah klaim bisa timbul antara para
pihak yang terlibat di dalam proyek yang merasa tidak puas terhadap hasil kerja
antara pihak yang terikat didalam perjanjian atau kontrak. Pada kajian kali ini
akan memaparkan klaim konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor kepada Pemilik
dengan mengambil studi kasus pada salah satu proyek yang ada di Papua.
2.2
SEBAB
PANGAJUAN KLAIM DARI KONTRAKTOR
Kontraktor mengajukan klaim kepada
owner karena beberapa masalah seperti: keterlambatan pengadaan dari pihak
Pemilik, perubahan gambar desain di lapangan, penundaan keberangkatan tenaga
kerja, penambahan tenaga kerja lokal yang diluar rencana, perubahan cuaca,
kondisi tanah di lapangan yang berbeda, kebijakan HSE yang menyebabkan
produktifitas menurun, produktivitas menurun karena kondisi dari kantin,
penambahan ongkos kirim untuk material karena perubahan tempat keberangkatan,
demobilisasi dari peralatan, kelebihan material dan fasilitas konstruksi
dilapangan, penurunan produktivitas akibat keterbatasan kapasitas kamp,
tambahan biaya untuk mempercepat proses penyelesaian proyek Buiding-2,
penggantian biaya atas kehilangan kesempatan untuk mendapatkan proyek baru
dikarenakan keterlambatan penyelesaian proyek building-2.
Klaim
kontraktor :
1.
Tidak
Produktif tenaga kerja karena prosedur keamanan kerja yang baru
a.
Dasar
klaim , didalam
kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training yang diadakan oleh owner dapat
dilaksanakan di 3 kota: Jakarta, Makasar dan Sorong. Pada kenyataannya semua
HSE training dilaksanakan di Site Project. Kontraktor mengklaim biaya tambahan
untuk hal ini dengan alasan tertunda nya pekerjaan di lapangan. Karena untuk
pekerja yang belum mendapatkan training, tidak dapat melakukan pekerjaan
dilapangan.
b.
Analisis
klaim , di
dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training harus dilaksanakan selama
beberapa hari tergantung dari jumlah peserta, dan tidak ada kompensasi tambahan
selama masa training. Semua fasilitas untuk training ditanggung oleh
kontraktor. Pada kenyataannya, semua training dilaksanakan di lapangan kerja
dan tidak ada penundaan pekerjaan. Kondisi ini seharusnya menguntungkan untuk
kontraktor. Karena semua biaya ditanggung oleh owner dan kontraktor tidak harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk para personil mengikuti training diluar
proyek. Karena alasan ini, Pemilik menolak untuk memberikan biaya tambahan
kepada kontraktor.
c. Perhitungan klaim, Perhitungan kontraktor berdasarkan
total man hours yang tidak bekerja selama masa menunggu training dikalikan
dengan upah perhari, sebagai berikut:
3,090 Manday x Rp. 210,004 = Rp. 650,136,000. Dan jumlah ini ditolak oleh
Pemilik dengan alasan yang telah dijelaskan diatas.
2.
Tambahan
Biaya karena bertambahnya perlengkapan keamanan
a. Dasar klaim , Biaya untuk safety gear dan personal
protective equipment yang menjadi tanggung jawab kontraktor harus mengikuti
standard yang berlaku di spesifikasi. Tetapi didalam spesifikasi tidak dijelaskan
jenis perlengkapan safety yang harus digunakan. Kontraktor telah menyiapkan PPE
untuk digunakan dilapangan oleh pekerja sesuai standard yang telah ditetapkan
oleh owner, menggunakan berbagai macam sarung tangan sesuai dengan tingkat
resiko nya, dan menggunakan sepatu bot plastik dengan steel toe cap. Tetapi
pada tgl 28 Sept 06, owner merevisi standard yang lama dengan mewajibkan
pekerja menggunakan sarung tangan kulit dan sepatu kerja kulit. Ini menyebabkan
timbulnya biaya tambahan untuk membeli sarung tangan dan sepatu kerja yang baru
yang sesuai dengan ketentuan baru dari Pemilik.
b. Analisis klaim , Semua pekerja yang akan melakukan
pekerjaan dilapangan harus menggunakan perlengkapan safety sebagai berikut:
Helm kerja, Sepatu kerja, Kacamata kerja,Seragam kerja Standard yang ditetapkan
adalah sebagai berikut,Sepatu Kerja, Semua pekerja harus menggunakan sepatu
yang dapat melindungi kaki dari kecelakaan, seperti jatuh nya dan bergulingnya
sesuatu peralatan kerja dilapangan. Sepatu kerja harus sesuai dengan standar
sepatu kerja lapangan nasional, Sarung tangan kerja, Sarung tangan harus dapat
melindungi tangan dari bahaya zat-zat yang dapat menembus kulit, dari bahaya
benda tajam, dari bahaya zat-zat kimia dan bahaya temperatur tinggi. Tidak
diragukan bahwa kontrktor telah menyediakan dan menggunakan perlengkapan safety
dilapangan. Masalahnya adalah rubber boat yang disediakan kontraktor tidak
mempunyai soles yang kuat sehingga tidak dapat digunakan dilapangan yang pada
kenyataannya banyak paku dan benda-benda tajam yang dapat menembus rubber boat
yang digunakan oleh pekerja. Begitu juga dengan jenis sarung tangan yang
disediakan oleh kontraktor tidak dapat memberikan perlindungan yang aman untuk
tangan, sehingga tidak memenuhi standard keamanan untuk pelengkapan kerja.
c. Perhitungan klaim, Kontraktor menghitung klaim untuk
sepatu kerja dan sarung tangan kerja berdasarkan selisih antara biaya yang
telah dikeluarkan oleh kontraktor untuk membeli rubber boat, dengan biaya
tambahan untuk membeli sepatu safety yang baru yang sesuai dengan ketentuan
dari pihak Pemilik. Berikut perincian biaya tambahan yang diajukan oleh
kontraktor:
Sepatu safety:
Pembelian sepatu safety baru = 1,286 x Rp. 440,000,- = Rp. 565,840,000,-
Sepatu boat yang sudah dibeli = 1,286 x Rp. 120,078,- = Rp. 164,320,200,-
Sub Total biaya yang di Klaim = Rp. 401,517,800,-
Sarung tangan safety: Pembelian sarung tangan baru = 23,200 x Rp.10,067,-
= Rp. 386,666,700,-
Sarung tangan yang sudah dibeli = 23,200 x Rp.1,700,- = Rp. 38,666,700,-
Sub Total biaya yang di Klaim = Rp. 348,000,000
Total Klaim = Rp. 749,517,800,-.
Pemilik hanya akan membayar 50 % dari total klaim yang diajukan oleh
kontraktor karena alasan yang telah dijabarkan diatas. Dan karena owner
menyadari akan adanya tambahan biaya untuk pembelian perlengkapan keamnan,
tetapi kontraktor tidak mempunyai alasan yang kuat sehingga owner hanya akan
membayar setengah dari klaim yang diajukan, yaitu: Rp. 749,510,078 x 50% = Rp.
400,000,000
3.
Tidak
Produktif tenaga kerja karena faktor lingkungan, keamanan, dan masalah
kesehatan
a. Dasar klaim, Pemilik menyatakan bahwa keamanan di
lapangan akan terjamin. Pada kenyataanya terjadi demonstrasi dari warga diluar
project yang menyebabkan tertundanya pekerjaan kosntruksi, dan terjadi
demonstrasi dari beberapa pekerja dilapangan yang mengajak pekerja lain untuk
mogok bekerja. Makanan ditanggung oleh pihak owner. Tenaga kerja akan
mendapatkan makanan yang higienis untuk kesehatan mereka. Pada tanggal 7 November
'06, 98 pekerja menderita diare dan menyebabkan tidak dapat bekerja. Diare
disebabkan karena makanan yang tidak higienis
b. Analisis
klaim, Pemilik
menyatakan bahwa kontraktor tidak mempunyai dasar yang jelas dalam mengajukan
klaim ini. Demonstrasi yang terjadi pada tanggal 17 November adalah demosntrasi
yang dilakukan oleh penduduk lokal dikarenakan pintu masuk di pos 8 selalu
dalam keadaan tertutup, menyebabkan mereka tidak dapat masuk ke dalam proyek,
ini sudah dapat ditanggulangi oleh owner dengan melakukan komunikasi antara
pihak owner dengan penduduk lokal Papua. Dan pada hari yang sama workers dari
pihak kontraktor pun melakukan demonstrasi karena uang lembur mereka yang belum
dibayar oleh pihak kontraktor. Jadi tidak ada hubungan nya dengan keamanan yang
mengancam pihak kontraktor yang disebabkan oleh pihak owner. Untuk kasus diare
yang menyerang 92 orang tenaga kerja dari kontraktor, setelah mendapat
keterangan dari pihak klinik di proyek, dari 92 tenaga kerja sebenarnya tidak
ada yang menderita diare. Yang melatarbelakangi tenaga kerja untuk datang
keklinik adalah ada nya 7 teman mereka yang mengalami diare. Dan mereka
termakan isu bahwa makanan yang mereka konsumsi sudah tidak layak makan,
sehingga mereka mengklaim bahwa diri mereka terkena diare dan segera
berdatangan ke klinik untuk diperiksa. Tetapi hasil dari pemeriksaan dari 92
tenaga kerja yang melapor tidak ada satu pun yang terserang diare. Ini juga
dapat disebabkan rendahnya pengetahuan tenaga kerja lokal disana mengenai
penyakit diare dan tenaga kerja lokal mudah termakan isu yang beredar yang
belum tentu benar. Untuk 7 orang pasien yang terjangkit diare diklinik ini
dikarenakan mereka mengkonsumsi mie instant yang mereka bawa dan masak sendiri
di kamp mereka. Jadi bukan karena makanan yang disediakan oleh pihak owner.
Kontraktor tidak dapat memberikan data pendukung yang kuat untuk mengklaim hal
ini. Oleh karena itu Klaim yang diajukan untuk item ini ditolak oleh pihak
owner.
4.
Penambahan
biaya pengiriman material dan peralatan karena perpindahan tempat keberangkatan
dari vessel yang disediakan oleh owner
a. Dasar klaim, Dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa
transportasi peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan di
Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya
ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Pada
kenyataannya, owner hanya menerima pengiriman material dan peralatan dari
pelabuhan di Ciwandan – Banten. Sedangkan kontraktor telah mempersiapkan
material dan peralatan untuk dikirim melalui pelabuhan di Surabaya. Ini
menyebabkan ada nya biaya tambahan untuk transportasi material dan peralatan
dari Surabaya ke ciwandan – Banten
b. Analisis
klaim, Berdasarkan
kontrak kerja pengiriman peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan
di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya
ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Oleh karena
itu owner akan membayar biaya tambahan yang telah dikeluarkan oleh pihak
kontraktor untuk pengiriman material dan peralatan dari Surabaya ke Ciwandan –
Banten. Tetapi karena kontraktor tidak mempunyai backup data yang jelas untuk
dasar perhitungan klaim mereka. Pemilik hanya akan membayar kompensasi untuk
biaya mobilisasi dan demobilisasi dari Surabaya ke Banten berdasarkan Jadwal
mobilisasi dan demobilisasi peralatan kontraktor sebesar Rp. 450,526,400.
5.
Klaim
atas kondisi tanah dilapangan yang tidak bagus
a. Dasar
klaim, Didalam
kontrak disebutkan bahwa owner akan menyediakan aggregate dan pasir yang bagus
untuk memperbaiki dan perawatan kondisi tanah di lapangan. Pada kenyataannya
keadaan tanah yang tidak bagus, menyebabkan pekerjaan konstruksi dilapangan
terhambat. Aggregate dan pasir yang seharusnya disediakan oleh owner juga tidak
tersedia. Kontraktor harus mengerjakan perbaikan kondisi tanah yang merupakan
diluar kewajiban kerja kontraktor, dengan kata lain ini adalah pekerjaan tambah
untuk kontraktor.
b. Analisis
klaim, Tidak ada
kontraktual basis untuk klaim loss in productivity ini. Kondisi yang tertera
dalam kontrak tidak berubah. Pada item pekerjaan tambah untuk pembelian steel
plate untuk akses sementara adalah pekerjaan konstruksi normal untuk setiap
proyek.
c. Perhitungan klaim, Tetapi Owner akan membayarkan biaya
tambahan untuk pembelian steel plate yang melebihi batas karena inisiatif dari
kontraktor untuk mengantisipasi kekurangan steel plate. Owner hanya akan
membayar 50% dari 65 sheet steel plate yang di beli oleh kontraktor yaitu 50% x
Rp. 577,850,000 = Rp. 288,920,005 dibulatkan menjadi Rp. 290,000,000.
6.
Penurunn
produktifitas karena fasilitas kamp yang tidak memadai.
a. Dasar
klaim, Berdasarkan
kontrak kerja Semua pekerja yang akan bekerja di lapangan akan mendapatkan
akomodasi yang baik dengan standard internasional.Pada kenyataan nya akomodasi
yang didapat tidak cukup layak, pekerja merasa tidak nyaman, menyebabkan
menurun nya produktivitas mereka dalam bekerja. Dan juga akomodasi yang
terbatas menyebabkan penundaan mobilisasi dari pekerja ke site project.Adapun
biaya tambahan yang di klaim oleh Kontraktor adalah sebesar Rp. 5,999,556,000.
b. Analisis
klaim, Berdasarkan
kontrak kerja, owner mempunyai kewajiban untuk menyediakan akomodasi seperti
kamp untuk pekerja lapangan/worker yang merupakan non staff worker. Kamp yang
disediakan untuk non staf adalah type S7 dan S8. Ini adalah kamp dengan tempat
tidur tingkat dan kipas angin. 1 kamar dapat menampung 6 orang. Akomodasi S7
dan S8 ini sudah mengikuti standard yang biasa digunakan di project lain dan
sudah sesuai dengan kontrak yang telah disetujui bersama. Masalah yang timbul
akibat dari terbatasnya jumlah kamp untuk tenaga kerja dikarenakan kontraktor
yang gagal untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya. Sehingga banyak
pekerja yang diundur waktu demobilisasi nya karena harus menyelesaikan
pekerjaan di lapangan. Di dalam kontrak bab 6 disebutkan bahwa jumlah tenaga
kerja yang paling banyak adalah 592, dan puncak nya dijadwalkan akan terjadi
pada bulan Februari 2007. Pada kenyataanya jumlah tenaga kerja terbanyak adalah
1202 dan terjadi pada bulan October 2007. Ini menunjukan kegagalan kontraktor
untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan jadwal yang sudah di rencanakan didalam
kontrak.
c. Perhitungan klaim, Kontraktor mengklaim biaya tambahan
untuk hal diatas menggunakan faktor 10% dari kehilangan produktivitas untuk
semua pekerja. Perincian nya adalah sebagai berikut:
Man Mount
|
Jam/H
|
Hari/Bulan
|
Total Jam
|
Upah Jam
|
Total Biaya
|
9,505
|
8
|
30
|
2,281,200
|
26,300
|
59,995,560,000
|
Biaya yang akan di klaim 10% = Rp 5,999,556,000,-
Tidak ada dasar formula untuk perhitungan diatas. Pemilik sudah memenuhi
kewajiban nya untuk menyediakan akomodasi untuk para pekerja. Keterbatasan
akomodasi disebabkan oleh karena kontraktor yang tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan nya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam kontrak.
Sehingga kontraktor harus memperpanjang masa kerja, dan kontraktor juga gagal
untuk mengatur jumlah dan perputaran tenaga kerja nya sesuai dengan rencana
yang ada dalam kontrak. Namun selama masa kerja, ada staff dari kontraktor yang
harus tinggal di akommodasi S7 dan S8 yang seharusnya akomodasi tersebut untuk
non staff. Dikarenakan kapasitas kamp untuk staff yang penuh.
Untuk itu Pemilik tetap akan memberikan kompensasi untuk pekerja staff
yang tinggal di kamp yang lebih rendah dari level nya. Pehitungan kompensasi
adalah sebesar $50 perhari untuk setiap pekerja staff yang tinggal di kamp S7
dan S8. berikut adalah perhitungannya: Rp. 500,000 x 190 MM = Rp. 95,000,000,-
adalah jumlah yang akan dibayarkan oleh owner untuk klaim yang diajukan
2.3
PENYELESAIAN
KLAIM
Secara keseluruhan total klaim
sebesar Rp. 150,000,000,000,- ditolak oleh owner karena kontraktor tidak
mempunyai dasar yang kuat dalam pengajuan klaim, dan juga kontraktor tidak
memiliki back up data dan bukti2 yang dapat menguatkan klaim tersebut.
Penyelesaian klaim dilakukan dengan
cara negosiasi. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali di Jakarta antara senior
management dari pihak Pemilik dan pihak kontraktor untuk berunding mengambil
keputusan yang terbaik. Dalam pertemuan tersebut diatas membahas mengenai
analisa klaim yang dilakukan oleh owner dan penjelasan dari kontraktor. Tetapi
karena kontraktor tidak memiliki dasar yang kuat dalam pengajuan klaim, baik
dari segi pendekatan dengan kontrak dokumen maupun kelengkapan data, maka owner
tidak dapat mengabulkan permintaan biaya tambahan yang diajukan. Namun, owner
tetap akan memberikan kompensasi untuk beberapa pekerjaa yang memang hak dari
kontraktor.
Meskipun kontraktor gagal
menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya, tetapi owner tetap menghargai
kerja keras dari kontraktor yang pada akhirnya dapat menyelesaikan seluruh
pekerjaan dengan kualitas yang bagus (high standard).
Proposal harga dari Pemilik sebagai
claim settlement adalah Rp. 76,958,510,000 (jumlah nilai tersebut dihitung
dengan menggunakan metode perhitungan selisih antara harga yang tercantum di
kontrak dengan biaya aktual yang dikeluarkan oleh kontraktor serta dengan
memepertimbangkan kondisi sebenarnya yang terjadi dilapangan selama pekerjaan
berlangsung. Dan kontraktor menerima harga yang ditawarkan oleh Pemilik sebagai
kesepakatan untuk kompensasi klaim secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ir, Darmadi. 2018. Analisis klaim kontruksi , studi kasus
proyek di Papua. https://doi.org/10.31227/osf.io/a9v3d
(akses 8 November 2019)
Nengah,Tela. 2018.KLAIM
PADA KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA DAN CARA PENYELESAIANNYA. https://www.researchgate.net/profile/Nengah_Tela/publication/265035607_-1-_KLAIM_PADA_KONTRAK_KERJA_KONSTRUKSI_DI_INDONESIA_DAN_CARA_PENYELESAIANNYA/links/56ddb94008ae628f2d24ad5a.pdf (akses 8 November 2019)
Asdar.id, “Apakah itu
FIDIC? Ini Dia Penjelasan Lengkapnya.”.8 November 2018. https://www.asdar.id/apakah-itu-fidic-ini-dia-penjelasan-lengkapnya/ (akses 8 November 2019)
0 komentar:
Posting Komentar