Civil Engineering | Design | Structure | Building | House | Bridge |

Rabu, 23 Januari 2019

MAKALAH TRANSPORTASI


TRANSPORTASI PUBLIK DAN AKSESBILITAS MASYARAKAT PERKOTAAN



Disusun oleh:
NAMA               : Claudio Pratama
NPM                  : 11316642
JURUSAN         : Teknik Sipil

Depok, 23 Januari 2019
Dosen Matakuliah Penulisan dan Presentasi



(Ellysa,ST,MT)
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019


KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr WbPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi para pembaca. Selawat dan  salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun saya  menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi teratasi.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Untuk itu kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Wassalamua’laikum Wr Wb
Depok, 23 Januari 2019

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.                                 Latar Belakang
Transportasi didefinisikan sebagai kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di dalamnya terdapat unsur pergerakan (movement). Transportasi sangat memegang peranan penting dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur kawasan perkotaan. Suatu interaksi yang baik dan ideal antara komponen – komponen transportasi (penumpang, barang, sarana dan prasarana) membentuk suatu sistem transportasi yang komprehensif, efisien dan efektif sehingga diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi transportasi dalam suatu kawasan perkotaan. Pentingnya peranan transportasi tersebut tentunya diimbangi dengan keterlibatan / partisipasi aktif dari pihak – pihak yang terkait di dalamnya. Dalam ruang lingkup transportasi, setidaknya terdapat tiga pihak yang harus terlibat aktif dalam hubungan yang kooperatif dan berkesinambungan. Pihak yang pertama yaitu pemakai (user), dimana kita (masyarakat) sebagai pengguna dan pemakai harus memberikan kontribusi yang maksimal terhadap ketersediaan sarana transportasi. Pihak kedua, yaitu pemilik dan pengelola (operator), dalam perannya diharapkan mampu memberikan pelayanan (service) dan pengadaan sarana transportasi secara optimal. Pihak terakhir adalah regulator, dimana dalam hal ini pemerintah sebagai pengatur sistem transportasi, berperan memberi dan mengeluarkan kebijakan bagi pihak user dan operator dalam sistem transportasi tersebut. Mengingat pentingnya peranan masing – masing pihak tersebut, hubungan yang kondusif dan berkesinambungan harus tercipta di dalamnya.
Selaras dengan hal di atas, kota Semarang sebagai kota metropolitan, memiliki aktivitas lalu lintas yang padat dan ramai tentunya harus terdapat suatu sistem transportasi yang komprehensif dan optimal. Banyak upaya – upaya pengembangan yang dilakukan pemerintah kota Semarang untuk merealisasikan hal tersebut. Salah satu hal yang menjadi pemikiran penulis dalam problematika transportasi di kota Semarang yaitu upaya pengembangan angkutan khusus. Mengingat belum tersedianya sarana transportasi yang khusus menuju Bandara 2 Ahmad Yani Semarang serta melihat peluang tingginya kuantitas dan kebutuhan penumpang yang berkepentingan ke bandara, maka angkutan khusus ini spesifik dengan trayek menuju Bandara Ahmad Yani. Selain itu keuntungan yang diperoleh dengan pengembangan dalam penyediaan fasilitas angkutan khusus ini adalah biaya akomodasi yang lebih ekonomis (murah) dan terjangkau bagi user , mengingat masyarakat yang belum memiliki fasilitas mobil pribadi memilih menggunakan taxi menuju ke bandara.
Banyak aspek yang harus ditinjau dan diperhitungkan dalam pengembangan angkutan khusus ke bandara ini, diantaranya yaitu pihak yang dipercaya sebagai pengelola, sebagai contoh pemerintah kota Semarang dapat memberi kepercayaan pihak Damri (BUMN) sebagai pengelola. Aspek lain yang tidak kalah penting adalah masalah penentuan trayek/rute serta tarif penumpang yang proporsional dari angkutan khusus tersebut. Sehingga, hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam mengajukan wacana Tugas Akhir sebagai salah satu upaya dalam membentuk suatu sistem tranportasi yang ideal di kota Semarang melalui pengembangan angkutan khusus menuju Bandara Ahmad Yani Semarang.

1.2.                                 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini antara lain:
1.     Mengetahui karakter umum transportasi publik melayani masyarakat
2.      Mengetahui Pertumbuhan motorisasi.
3.      Mengetahui penyediaan layanan mobilitas dasar

1.3.                                 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalh ini:
1.      Dapat mengetahui fungsi transportasi umum bagi publik
2.      Dapat mengetahui tingkat pertumbuhan motoritas transportasi
3.      Dapat mengetahui layanan yang disediakan transportasi publik

1.4.                                  Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai sejarah Pancasila dan fungsi-fungsi utama Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. Serta membahas nilai kultura Pancasila dijadikan sebagai dasar negara Indonesia. Berdasarkan beberapa masalah yang teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada fungsi-fungsi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.


BAB II
TRANSPORTASI PUBLIK

2.1.                     Latar Belakang
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial demografi s wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah menin gkatnya jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari transportasi wilayah (Susantoro& Parikesit, 2004:14). Realitas transportasi publik di Surabaya sebagai satu bagian dari kota besar di Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi publik.
Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan sistem transportasi meng-ganggu perkembangan suatu wilayah/kota, mempengaruhi efisiensi e konomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu -isu ketidaksepadanan misalnya, dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan (urban/rural poverty) dan kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain pembangunan jalan yang menying kirkan masyarakat akibat pembebasan lahan, perambahan ruang -ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang jalan untuk parkir secara ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan -angkutan tradisional seperti becak dan semacamnya yang berpotensi mencip takan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang tidak mampu melindungi mereka.
Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengem-bangan transportasi dan tata guna lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan masyarakat dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang mendesak.
Surabaya dengan luas wilayah 326,36 km2 dan jumlah penduduk 2.599.796 jiwa, (±7,4% dari total penduduk Jawa Timur), dengan kekuatan ekonomi yang dimilikinya menjadikan kota ini mempunyai peran yang cukup strategis dan diperhitungkan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan Propinsi Jawa Timur. Sura -baya sebagai kota budaya, pendidikan, pariwisata, maritim, industri dan perdagangan terus mengalami perkem -bangan pesat.
Kekuatan ekonomi dan segala aktifitas ekonomi yang ada, merupakan salah satu penggerak utama ekonomi Jawa Timur (Anonim, 2004). Transportasi Surabaya berkembang seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, meningkatnya kesempatan kerja, dan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat.

2.2.                     Paradigma Transportasi Publik
Kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah pemerintah, operator saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir -akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya.
Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara, serta konsumsi minyak dan energi. Kota merupakan sebuah ciptaan yang bertujuan untuk memaksimalkan pertukaran (barang-barang, jasa, hubung-an persahabatan, pengetahuan dan gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran transportasi adalah untuk memaksimalkan kegiatan pertukaran.
Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, ya itu dari lingkup pelayanan spasialnya yang menjadi dasar bagi birokrasi dalam membagi kewenangan pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transpor-tasi dipilah menjadi transportasi privat dan publik. Transportasi publik dapat diartikan sebagai angkutan umu m, baik orang maupun barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar.
Fenomena transportasi publik terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme. Fenomena mencuatnya persoalan trans-portasi publik di kota-kota besar di Indonesia saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku ma -syarakat dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda trans-portasi oleh masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan itu menyang -kut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi.
Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti adanya pemerin -tah membuat kebijakan untuk pengadaan transpor itu mulai dari yang bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagai -nya. Ini berlanjut pada interaksi pemerintah dengan kekuatan kapital. Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Pemerintah kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi kebijakan transportasi publik.
Berbagai kebijakan yang mempenga-ruhi masalah transportasi harus di-harmonisasikan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil berpenumpang satu (single-occupant car travel).
Hal penting lainnya adalah meningkat-kan integrasi transportasi dan perencanaan pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan sistematis dapat memuncul-kan energi untuk memperkuat sistem transportasi.dan memperbaikinya.
.
2.3.                     Sistem Transportasi Berkelanjutan
Sistem transportasi berkelanjutan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan baru sistem transpor -tasi di era globalisasi saat ini. Persoalan transportasi menjadi persoalan yang memerlukan perhatian dan kajian dari berbagai perespektif ilmu (Schipper, 2002:11 -25). Pada awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi berkelanjutan ( sustainable transportation).
Sebetulnya apakah sistem transportasi yang berkelanjutan itu? Jika kita merujuk pada beberapa literatur yang ada, sistem transportasi yang berkelanjutan adalah suatu sistem transportasi yang dapat mengakomodasikan aksesibilitas semaksi -mal mungkin dengan dampak negatif yang seminimal mungkin. Sistem transportasi yang berkelanjutan menyangkut tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan.
Aksesibilitas diupayakan dengan perenca -naaan jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan dengan tingkat integrasi yang tinggi antara satu sama lain. Kesetaraan diupayakan melalui penye-lenggaraan transportasi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, men - junjung tinggi persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian penggunaan r uang dan pemanfaatan infrastruktur secara adil serta transparansi dalam setiap peng -ambilan kebijakan.
Pengurangan dampak negatif di-upayakan melalui penggunaan energi ramah lingkungan, alat angkut yang paling sedikit menimbulkan polusi dan perencanaan ya ng memprioritaskan keselamatan. Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh iklim globalisasi menempatkan persoalan trans-portasi menjadi layanan kebutuhan atau aksesi -bilitas yang harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjad i penting seiring dengan meningkatnya peradaban umat manusia

2.4.                     Logika Transportasi Publik
Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya berdiri pabrik -pabrik perakitan kendaraan bermotor berbagai macam merk. Dalam konteks ini, transportasi dapat dis ebut sebagai arena walfare colonialism, karena menjadi tumbal bagi pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Bisa dilihat bahwa kekacauan sektor transportasi di Surabaya tanpa disadari sebagai implikasi kebijakan yang kurang memperhatikan kepentingan masyarak at.
Fenomena mencuatnya persoalan transportasi publik di kota -kota besar di Indonesia saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimakn ai sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda transportasi oleh masyarakat.
Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan itu menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi. Bag i pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti pemerintah membuat kebijakan untuk pengadaan transport itu mulai dari bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Ini berlanjut pada in teraksi pemerintah dengan kekuatan kapital.
Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Teoritisi dan analis negara menghindari debat tentang apakah fungsi negara dapat direduksi menjadi kebutuhan atas modal sebagai tujuan akhir, sebagaimana di-ungkapkan Althusser. Jadi teoretisi negara percaya bahwa orang tidak dapat mengkaji negara modern tanpa meneliti kapital dibandingkan dengan orang dapat mengkaji ekonomi tanpa meneliti fungsi negara (Skoepol, 1979). Masyarakat sebagai obyek, merupakan penentu dalam menetukan kebijakan yang dibuat oleh negara terutama yang berkaitan dengan usaha pensejahteraan masyarakatnya.
Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh iklim globalisasi menempatkan persoalan transportasi menjadi layanan kebutuhan atau aksesibilitas yang harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjadi penting seiring dengan meningkatnya peradaban umat manusia. Secara empiris, perkembangan kehidupan manusia dan kemajuan teknologi transportasi berpengaruh pada perubahan social dan ekonomi regional.

2.5.                     Aktor Pengelola Kepentingan Publik
Negara mempunyai peranan penting dalam transportasi publik. Dalam beberapa dekade belakangan ini terlihat dahsyatnya perubahan politik -ekonomi menuju titik minimal peranan negara, dan pada saat yang bersamaan men capai titik maksimal peran pengusaha. Ketika badan publik yang menjadi sandaran pengelolaan kepentingan publik, maka pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan membayar, bukan didasarkan pada penghormatan atas hak-hak warga negara.
Perusahaan memberikan pelayanan kepada publik hanya kalau dirinya bisa memperoleh keuntungan, dan perusahaan tidak bisa dituntut bertanggung jawab terhadap nasib warga negara yang tidak mendapatkan pelayanan publik (Santosa, 2005).Kemandirian negara sebagai tuntutan dan kebutuhan industrialisasi serta pembangunan ekonomi, membutuhkan aliansi -aliansi baru antara negara dan kekuatan-kekuatan sosial politik, sosial ekonomi baik dalam tataran nasional maupun internasional. Negara sebagai kekuatan mandiri menjadi subyek yang memiliki kepentingan-kepentingan sendiri yang berbeda dengan kepentingan dari kekuatan sosial yang ada di masyarakat (Shin, 1989:7).
Hadiz & Robison (2004) dalam Organizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets mendalami kajian atas konflik dramatis yang terjadi di Indonesia setelah menguat-nya kapitalisme pasar internasional (era globalisasi). Dalam skema teori ini, rejim yang ada dalam orde reformasi juga berusaha membandingkan respon kapi -talisme pasar itu. Terutama negara hendak mengkonsolidasikan kekuatan otoritarian menghadapi sisa -sisa hegemoni oligarki politik yang sudah mengakar. Ber-kembangnya praktik patronase bisnis menunjukkan bahwa sentralisasi ekonomi dan politik menjadikan negara sebagai aktor utama. Negara menjadi tumbuh kuat dan sebagai sebuah negara otoriter birokratis rente yang memunculkan para pemburu rente di kalangan pejabat pemerintah.
Richard  Robison dalam karyanya The Rise of Capital (1986) dengan jelas me-nyebutkan praktik konspirasi dunia usaha yang cukup kompleks. Konspirasi itu ada dan tak ter -bantahkan. Hubungan ini sering diartikan sebagai solidaritas vertikal yang terjadi hanya dalam masyarakat patrimonial.
Permasalahan transportasi publik perkotaan terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di Surabaya telah menimbulkan berbagai macam permasalah-an transportasi, antara lain adalah: kemacetan lalu lintas dan struktur perkotaan. Dengan adanya konsentrasi permintaan per-jalanan di wilayah pusat kegiatan ekonomi dan bisnis (Surabaya Selatan, Pusat dan Utara) menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah dan membuat angkutan bus serta kereta api menjadi penuh sesak, karena sebagian besar tarikan perjalanan ke tempat tujuan atau tempat kerja masih terpusat pada kawasan tertentu, di tengah kota.
Di Surabaya ada otorita angkutan Su -rabaya yang mengeluarkan ijin trayek, terdiri dari DLLAJ Propinsi Jatim, DLLAJ Sidoarjo, dan DLLAJ Kota Surabaya. Kondisi angku tan darat di kota Surabaya memerlukan penanganan secara kompre -hensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

2.6.                     Kebijakan Transportasi Publik
Dari penuturan Ali Yakub, Ketua Komisi B DPRD Surabaya, mengatakan ada cara yang sudah ditempuh untuk meningkatkan fasilitas dalam angkutan yang dikelola operator -operator (swasta): “Di pihak swasta, ada organisasi pemilik angkutan, ini yang kita ajak untuk sama -sama membangun masalah tansportasi. Di Pemkot namanya BPTD, badan pengelola transpottasi daerah yang anggotanya unsur-unsur pemerintah, NGO, Organda, Dishub kita ajak untuk membahas masalah itu, sering kita adakan pertemuan untuk membahas transpotasi. Hasilnya pentarif -an, tarif taksi, bemo atau mikrolet, lyn, ijin trayek, itu kita survei dulu, liat kenda -raannya, pangkalannya, peremajaanya itu di sini...”
Untuk memberikan pelayanan yang nyaman untuk masyarakat, Pemkot menghadapi masalah dana untuk keperluan mengembangkan infrastruktur. Selama ini jalan itu tidak bertambah, padahal kapasitasnya terus bertambah, sehinggga menimbulkan kemacetan. Ali Yakub menuturkan:
“Anggaran kita belum cukup, sekarang kita mengembangkan trafic demand management, jadi berdasar manajement, konsepnya nggak mbangun, kayak rekayasa lalu -lintas biar gak tambah macet, kayak di Jakarta itu ada three in one, kita mengembangkan angkutan massal, untuk 2007 kita membangun bus way, kita tenderkan, jadi melibatkan swasta, ada lelang.”
Jalur lalu lintas kota Surabaya yang akan dijangkau oleh moda transportasi publik yang berdasar pada prinsip transportasi berkelanjutan bisa dilihat pada gambar berikut. Kurangnya perhatian terhadap mass transportation me-nyebabkan kota Surabaya macet pada titik -titik tertentu dan pada jam-jam tertentu. Transportasi massa yang disediakan mengandalkan bus yang kapasitas dan kualitasnya tidak memadai. Pemerintah seakan menutup mata terhadap kecenderungan setiap individu untuk memiliki mobil pribadi. Pemerintah justru mengakomodir supremasi transportasi berbasis pemilikan mobil pribadi ini dengan membangun jaringan tol di tengah kota.
Sistem transportasi massa berbasis kereta api tidak dikembangkan sebagai -mana dilakukan di kota-kota metropolitan di belahan dunia lain. Ini artinya, jelas bahwa pemerintah provinsi/kabupaten/kota di Indonesia sampai saat ini memposi -sikan diri sebagai arena pemasaran mobil dan sepeda motor dan sistem transportasi yang terbentuk, hanyalah konsekuensi dari pemanjaan terhadap pembeli dan pengguna mobil da n sepeda motor.
Pernyataan kebijakan dan visi untuk angkutan umum (seperti kelaikan usaha, prioritas bus, pembatasan kendaraan pribadi, kinerja lingkungan, perbaikan -perbaikan fisik; peningkatan pelayanan; sistem tender dan ijin baru, ada tiga komponen se benarnya, costumer atau masyarakat, ada operator itu pengusaha dan pemerintah).
Posisi pemerintah sebagai regulator yang mengatur kepentingan masyarakat dan pengusaha masih lemah, begitu pengakuan Kasie Dishub Kota Surabaya. Lebih lanjut ditambahkan bahwa : “Jadi sepertinya kan berbeda pengusaha prinsipnya untuk cari untung dengan biaya murah dan mendapat untung sebanyak–banyakya, prinsip masyarakat bagaimana dengan uang yang serendah mungkin mendapat fasilitas yang nyaman, nah fungsi kita menjaga itu aga r ada keseimbangan sebagai regulator.”
Berdasarkan Pasal 57 Kep. Menhub. No. 35 Tahun 2003 maka tiap -tiap daerah berwenang untuk membuat Perda tentang perijinan trayek. Namun hal ini kadang malahan membuka peluang untuk terjadinya KKN dibidang perijinan trayek tersebut. Permasalahannya disebabkan ketidakseragaman metode pengaturan antar satu daerah dengan daerah lain.
Dua prinsip yang dianut oleh Dishub dalam penentuan trayek baik secara terbuka maupun tertutup (penunjukan) sama mudahnya membuka peluang untuk terjadinya kolusi dengan pelaku usaha. Walaupun dalam setiap pembelaanya selalu dikatakan bahwa telah diadakan survei ter - lebih dahulu terhadap jalur trayek yang baru atau yang akan ditambah.
Periode penerapan ijin trayek diusul-kan untuk masa tiga tahun, yang mengatur hal-hal berikut: (1) trayek (termasuk jalan yang digunakan, terminal, tempat berhenti, dan variasi -variasi yang diperbolehkan), (2)tarif pelayanan, (3) kendaraan (jenis kendaraan yang diperbolehkan, jumlah minimum kendaraan yang harus tersedia), dan (4) syarat-syarat lain (operator wajib menyerahkan data secara teratur. Sanksi-sanksi yang dapat diterapkan untuk kegagalan memenuhi kriteria- kriteria dalam ijin, Kuasa DLLAJ untuk mem-berikan perintah kepada operator.

2.7.                     Aksesbilitas Masyarakat
Pelayanan angkutan publik buruk bisa dili-hat dari: (1) tingkat pelayanan rendah (yang meliputi waktu tunggu tinggi, lamanya waktu perjalanan, ketidak -nyamanan dan keamanan didalam angkut-an umum); (2) tingkat aksesibilitas rendah (bisa dilihat d ari masih banyaknya bagian dari kawasan perkotaan yang belum dilayanan oleh angkutan umum, dan rasio antara panjang jalan di perkotaan rata-rata masih dibawah 70%, bahkan dibawah 15% terutama di kota metropolitan, kota sedang, menengah dan (3) biaya tinggi . Biaya tinggi ini akibat rendahnya aksesibilitas dan kurang baiknya jaringan pelayanan angkut -an umum yang mengakibatkan masyara -kat harus melakukan beberapa kali pindah angkutan dari titik asal sampai tujuan, belum adanya keterpaduan sistem tiket, dan kurangnya keterpautan moda.
Kondisi ini mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan angkutan umum yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding dengan biaya yang harus dikeluarkan jika menggunakan angkutan pribadi, seperti sepeda motor atau mob il. Pemerintah kota Surabaya mulai men-contoh Jakarta menempuh Bus Rapid Transit (populer disebut bus way). Sementara itu, sistem jaringan jalan yang ada menunjukkan dominasi pergerakan lalu lintas arah Utara - Selatan, sedangkan arah Timur-Barat belum ada akses langsung.
Dilihat dari kualitasnya, dari seluruh jalan yang ada di Surabaya, kondisi jalan yang baik 50,7%, sedang 29,15%, kurang 20,10%, dan untuk kepadatan jalan, secara umum cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari angka rasio volume terhadap kap asitas yaitu sebagian besar ruas jalan menunjuk-kan derjat kejenuhan lebih dari 0,8 terutama terlihat pada ruas jalan di tengah kota yang menunjukkan terjadinya keje -nuhan tersebut. Angkutan umum perkota -an yang ada telah menjangkau sebagian besar wilayah kota, meliputi 57 trayek dengan jumlah moda angkutan 4.684; 14 trayek bus non patas (431 armada bus kota), 8 trayek patas AC, armada taksi 3.540, dan 1178 angguna.
Keberadaan sarana angkutan umum tersebut didukung dua terminal Tipe A, yaitu terminal Purabaya (Bungurasih), dan Tambak Osowilangun, yang masing -masing melayani perjalanan keluar dan ma-suk kota Surabaya, serta terminal Bratang yang lebih kecil, terminal Joyoboyo yang merupakan terminal transportasi dalam kota. Secara keseluruhan permasalahan prasarana dan sarana transportasi kota Surabaya cukup banyak, diantaranya ada -lah buruknya layanan angkutan publik. Hal ini terlihat dari penumpang yang naik ken -daraan berdesakan sehingga tidak nyaman dan rawan kejahatan.
Data Dispenda tahun 2002, memper-lihatkan jumlah pengguna kendaraan pribadi kota Surabaya lebih tinggi di-bandingkan angkutan public, dan jumlah masing -masing jenis kendaraan juga cenderung meningkat pada tiga tahun terakhir ini. Sedangkan pertumbuhan jalan relative tetap, kondisi ini berpotensi memacetkan lalu lintas. Setelah bus way, Pemkot berencana untuk mengem-bangkan proyek pembangunan monorail ini sendiri ditarget selesai tahun 2010. Proyek ini rencana akan dimulai awal 2007.
Pemerintah sebagai regulator juga berkepentingan member i subsidi pada transportasi publik. Menurut penjelasan Kabid transportasi kota Surabaya: “Di negara maju tepatnya angkutan masih disubsidi jadi tidak ada angkutan umum yang bisa hidup dari pendapatannya kecuali taksi. Kalau seperti bemo, mikrolet, bus k ota itu masih di subsidi oleh pemerinta
Pemkot juga bersusaha menawarkan perbaikan fasilitas kepada operator atau pengusaha dengan tidak boleh menaikkan tarif, tapi pengusaha tidak mau menerima usulan pemerintah ini.


BAB III
PENUTUP


      3.1.                     Kesimpulan
Karakter umum transportasi publik melayani masyarakat dengan mobilitas dan akses pada pekerjaan, sumber-sumber sosial ekonomi politik, pusat kesehatan, dan tempat rekreasi. Apapun motivasi ma-syarakat, baik yang sadar dan memu -tuskan untuk memilih transportasi umum ataupun yang terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain, ada kecenderungan penumpang transportasi umum tidak memiliki mobil dan harus bergantung pada transportasi umum.
Transportasi umum menyediakan layanan mobilitas dasar bagi orang -orang tersebut dan juga bagi semua orang yang tidak memiliki akses mobil. Sistem trans -portasi masal memang belum terwujud, artinya sampai saat ini belum bisa dijang -kau masyarakat, kepentingan masyarakat belum terpenuhi, yang tidak hanya terkait dengan soal tarif, tetapi sistem tr ansportasi berkelanjutan yang bisa menjangkau kebutuhan nyata masyarakat.
Mobilitas berkelanjutan (sustainable mobility) menyatukan segala macam upaya untuk mencapai keseimbangan biaya dan keuntungan sektor transportasi. Ini menandai adanya pergeseran dari pendekatan perencanaan transportasi tradisional, yang mengkonseptualisasikan transport sebagai sebuah permintaan dan infrastruktur pendukung bagi pertumbuhan ekonomi, menuju pendekatan kebijakan melalui bukti dan perkiraan resiko, serta untuk mengetahui kemungkinan per-tumbuhan yang tidak terkendali.
Perluasan kapasitas jalan dan hambatan jalan dapat dikurangi dengan menekan permintaan yang terlalu berlebih atas penggunaan jalan. Meskipun, telah jelas mengenai perlunya berbagai macam transportasi publik, masih terdapat tendensi untuk mengadakan transportasi publik yang berbiaya besar dengan tawaran pilihan yang sangat terbatas. Subsidi pada umumnya muncul karena keinginan untuk mempertahankan layanan tertentu pada biaya yang rendah. Namun pengalaman, menunjukkan keuntungan yang diantisipasi, pelayanan yang lebih baik, mengurangi penggunaan mobil dan hambatannya, serta patronase yang lebih tinggi, yang mengarah pada peningkatan viabilitas menjadi ekspektasi jangka pendek.
Pertumbuhan motorisasi, yang kemu dian menyebabkan meningkatnya arus telah menarik perhatian pemerintah untuk meningkatkan kapasitas jalan. Untuk sejumlah alasan, hal ini menjadi relevan dengan upaya mengakomodasi lalu lintas.
Pemkot, perlu untuk memperhatikan signifikansi jangka panjang akomodasi lalu lintas yang termotorisasi dalam hubungan berkecepatan tinggi, memiliki pengaruh besar terhadap bentuk kota. Bagaimanpun transportasi publik harus bisa diakses se -mua kelompok masyarakat, karena itu transportasi publik juga perlu memberikan j aminan kenyamanan pada kelompok ma -syarakat miskin. Karena dengan mobilitas tinggi dari pengguna mobil berarti mobilitas yang rendah bagi yang lain, sementara akses fasilitas yang tersebar sesuai dengan pengguna mobil mengurangi rangkaian fasilitas yang dapat dikonsentrasikan pada semua pusat ataupun suburban.

3.2.                         Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Surabaya dalam Angka 2004 (Surabaya: BPS Jawa Timur, 2004).
Anonim, “Surabaya Macet, Bagaimana Solusinya?,” Tempo Interaktif, 16 Februari 2006.
Cooley, Charles Horton, The Theory of Transportation (New York: American Economic
Association, 1994).
Hadiz, Vedi R & Richard Robison, Organizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in
an Age of Markets (London: Routledge Curzon, 2004).
Santosa, Purwo, “Menata Sistem Trans-portasi: Mendekatkan Demokrasi deng-an Rakyat,”
dalam Jurnal Wacana, 19, Tahun VI (Yogyakarta: Insist, 2005).
Schipper, Lee, Sustainable Urban Transport in the 21st Century: Challenges for the Developing
World (New Delhi: MacMillan, 2002).
Shin, Yoon Hwan, Demistifying the Capitalist State: Political Patronage, Bureaucrartic Interest,
and Capitalist in Formation in Soeharto’s Indonesia , Disertasi (Yale: Yale University, 1989).
Skoepol, Theda, States and Social Revolution (New York: Cambridge Univ. Press, 1 979).
Susantoro, Bambang & Danang Parikesit, “1 -2-3 Langkah: Langkah Kecil yang Kita Lakukan
Menuju Transportasi yang Berkelanjutan,” Majalah Transportasi Indonesia, Vol. 1, Jakarta,
2004:89-95.


 

 




Share:

Total Tayangan Halaman

Arigatou Gozaimasu. Diberdayakan oleh Blogger.